jam

Jumat, 30 Mei 2014

menangkal santet dari mbah dukun

santet dan mahluk halus itu ternyata energi yang bermuatan (-). Bumipun ternyata memiliki muatan (-). Dalam hukum C Coulomb dikatakan bahwa muatan yang senama akan saling tolak menolak dan muatan yang tidak senama justru akan tarik menarik. Rumusnya :

F = K * ((Q1*Q2)/R^2)

F = gaya tarik menarik

K = Konstanta

Q1, Q2 = muatan

R = jarak

karena demit gennruwo pocong  kuntilanak dan bumi itu sama-sama bermuatan (-) makanya para demit itu tidaklah menyentuh bumi. Orang tua jaman dulu juga sering mengingatkan jika bicara dengan orang yang tidak dikenal pada malam hari maka lihatlah apakah kakinya menapak ke bumi atau tidak. Jika tidak, maka ia berarti golongan mahluk halus.

  teluh dan santaet juga memiliki kkekuatan bermuatan (-), maka secara fisika bisa ditanggulangi atau ditangkal dengan hukum C Coulomb ini. Disini kita tidak membahas  dengan zikir karena sudah banyak dibahas tapi kita akan mencoba menawarkan alternatif lainnya yang bisa bersifat “standalone” (untuk non muslim) maupun digabungkan dengan zikir (untuk muslim).

Beberapa Metodenya :

1. Tidurlah di lantai yang langsung menyentuh bumi.

Boleh gunakan alas tidur asal tidak lebih dari 15 Cm. Dengan tidur di lantai maka santet kesulitan masuk karena terhalang muatan (-) dari bumi.

2. Bagi yang peka spiritual, aura tanaman ini adalah terasa “dingin”. Pohon yang memiliki muatan (-) diantaranya : dadap,tebu ireng, kelor, bambu kuning,kaktus,palm dll. Tanaman sejenis ini paling tidak disukai mahluk halus. Biasanya tanaman bermuatan (-) ini tidaklah mencengkram terlalu kuat di tanah (bumi) dibandingkan dengan tanaman bermuatan (+)

Lain halnya dengan pohon yang memiliki muatan (+) seperti pohon asem, beringin, belimbing, kemuning, alas randu, dll maka phohon sejenis ini tentu akan menarik mahluk halus dan seringkali dijadikan tempat tinggal. Hal ini dikarenakan ada gaya tarik menarik antara pohon (+) dan mahluk halus (-) sesuai hukum C Coulomb.











3.sholat dan berdoa pada ALLAH SWT berserah diri dan memohon pertolongan pada ALLAH SWT insyaallah kita terhindar dari santet dan ilmu guna2.nah itulah sedidit tips dari saya untuk mencegah santet semoga bermanfaat buat teman2 semua..

Selasa, 27 Mei 2014

BAJINGAN ADALAH PANGGILAN UNTUK SOPIR GEROBAK

Pada jaman dahulu nenek moyang kita menggunakan gerobak sebagai alat transportrasi utama bila mau berpergian ke luar kota,gerobak juga di gunakan pedagang jaman dahulu untuk mengangkut/mengirim barang ke suatu daerah lain.gerobak di tarik oleh 1 atau 2 ekor sapi yg sudah terlatih,gerobak di kendalikan oleh seorang kusir kalau di jawa terutama di SOLO,JOGJA dan sekitarnya orang2 memanggil kusir gerobak dng sebutan BAJINGAN,pasti anda berfikir kok namanya jahat banget hehehe.kalau tidak percaya coba aja cari  di dalam buku kasusastran bhs.jawa cari apa nama sopir gerobak show pasti BAJIIINGAAAN.hahahaahaaa.

ini saya ada sedikit cerita tentang sopir gerobak kenapa di kasih nama bajingan,sebelum saya cerita yg punya penyakit jantung jangan baca cerita ini karena ceritanya serem banget,begini ceritanya pada jaman dahulu di daerah solo ada seorang pria yg pintar memanjat pohon,dia kalau memanjat pohon seperti tupai cepet sama sekali tidak takut ketinggian karena gerakanya seperti tupai kalau pas lagi manjat pohon maka dia di sebut MAS BAJING atau TUPAI,tupai dalam bahasa jawa adalah bajing.mas bajing tiap hari sering kebanjiran job di mintai tolong untuk mengunduh pohon kelapa,sehari dia bisa memanjat ratusan pohon kelapa di kampungnya dan daerah sekitar tempat tinggal mas bajing.sehingga mas bajing ini sangat terkenal dimana2.

selain bekerja sbg pemanjat pohon kelapa mas bajing juga mempunyai profesi sebagai kusir pengendali atau operator gerobak,tiap pagi hari para pedagang yg mau menjual barangnya pasti menunggu mas bajing untuk mengangkut barang daganganya,pada suatu hari mas bajing datangnya terlambat karena bangunya kesiangan dan para pedagang langgananya sudah berjam2 nunggu mas bajing tapi mas bajing tak kunjung datang2,mereka sangat kesal karena kalau kesiangan pasarnya keburu bubar pedagang dan pembelinya minggat semua dan daganganya pasti tidak laku.pada saat yg menegankan ini tiba dari tikungan jalan tampak sebuah gerobak sapi yg berjalan.alangkah senangya pedagang itu mereka bersorak sambil berteriak''HORE MAS BAJINGANE WIS TEKO,HORE MAS BAJINGANE WIS TEKO'' di situ banyak pedagang yg tidak mengenal mas bajing dia mengira bahasa gaul untuk memanggil kusir grobak itu bajingan,dan mulai saat itu dia di mana2 kalau ada grobak memanggil sopirnya dng panggilan mas bajingan,hingga populer sampai sekarang.

Sabtu, 24 Mei 2014

HONGKONG POOLS

MANTRA UNTUK MENDAPATKAN ANGKA TOGEL ATAU HANGKONG POOLS

dulu waktu saya masih sekolah di STM pernah iseng membeli togel dan tembus 3 angka,saya belinya Rp.1000 saya jadikan empat @250 jadi dapat hadiah sekitar RP.87500 lumayan bisa untuk beli sempak 1 lusin hehehe.pada awalnya sepulang sekolah pas pulang sekolah sambil menunggu bis saya nongkrong di halte dan duduk manyun tiba2 ada orang yg datanglalu duduk sebelahku dia mengajaku ngobrol,dia menceritakan soal togel dan memberiku amalan untuk mendapatkan togel waktu itu di indonesia di sebut SDSB(sumbangan dermawan sosial berhadiah) pada masa presidenya pak soeharto dan mentri sosialnya adalah ibu.nanik soedarsono.amalan yg di berikan orang itu kucatat lalu kucoba di rumah wow ajaib saya bener2 mendapat petunjuk angka togel 3 angka tapi belinya harus di bolak balik waktu itu bila SDSB pengundianya di siarkan di radio secara langsung,dan saya tembus 3 angka yaitu dgn nomer seri 774.
itu cuma sekilas pengalaman saya tidak perlu panjang lebar saya akan share mantra dan ritual pemberian orang itu,nah ini dia mantranya:


FAKUBIHAKUN LAQAUN
ZAMUDIN ALLA TAK LAMU MAN
HALAKA WAHUWAL LATHIFUL
KHOBIR Baca 9x

CARA PENGGUNAAN:
1. baca lah mantra di atas sebayank 9x
2. kemudian di tiup kan ke telur ayam yang sudah di sediakan
3. lalu telur tersebut di letakan di kuburan pada malam hari
4. dan telur tersebut di ambil pada pagi hari
5 . lihat lah nomer togel yang anda ingin kan sudah ada di
telur.


WARNING:kalau angkanya yg muncul warnanya merah jangan di beli karena akan meminta tumbal nyawa hiiii...seremmm brow.



Kamis, 22 Mei 2014

MISTERI KUCING HITAM

Dari dulu kucing hitam banyak di pergunakan oleh para dukun untuk tumbal dan ritual gaib,kali ini saya akan mengulas cara mempelajari ILMU MENGHILANG dgn menggunakan seekor kucing hitam,anda bisa membuktikan tapi reksiko di tanggung senndiri ya saya tidak mau menanggung hehehe.

nah ini caranya;

pertama2 tangkaplah kucing yag seluruh bulunya hitam mulus tanpa ada warna bercak warna lain,lalu di bungkus kain mori putih dan pada malam jum'at jam 12 kuburlah kucing itu hidup2 di tengah jalan umum yang biasa dilewati 0rang berlalu lalang,setelah 40 hari dan tepat malam jum'at lalu kita ambil  dan di bawa pulang,setelah sampai di rumah lalu kita duduk di depan cermin  dan bongkarlah bugkusan kucing tadi yg telah mejadi tulang,lalu kita pilih satu persatu kita pegang sambil menghadap cermin dan apabila kita memegang tulang dan menghadap ke cermin tubuh kita menghilang atau tidak kelihatan nah  itu tulang yg bisa di pergunakan untuk jimat ilmu menghilang,tulang yg lainya bisa kita buang,lalu tulang yg kita gunakan untuk jimat tadi kita bungkus dng mori yg kita gunakan untuk mengubur kucing tadi,jimat itu tadi kalau mau menggunakan cukup di kantongi dan cliiinngggg tubuh kita menghilang orang lain tidak bisa melihat kita.



WARNING:
awas jangan di gunakan untuk ngutil atau maling ya xixixi
resik tanggung sendiri.

Selasa, 20 Mei 2014

OBAT BATUK BERDAHAK DAN KERING ALAM WARISAN SIMBAHKU

  1. Ramuan Jahe dan kencur jahe bisa menghangatkan tubuh selain itu juga dapat mengobati batuk berdahak. Bagi Anda yang sekarang sedang terserang batuk berdahak, cobalah meminum sari Jahe hangat minimal sehari sekali. Untuk membuat ramuan jahe dan kencur caranya cukup mudah, yaitu pertama anda harus menyediakan jahe sebanyak 2 jari / secukupya dan kencur secukupnya. Setelah itu iris jahe dan kencur tersebut, baru kemudian direbus dengan air secukupnya. Setelah itu saring air rebusan jahe dan kencur tadi, lalu anda minum, minimal 1 hari sekali.

  2. Jeruk nipis di campur madu Jeruk Nipis jika dicampurkan dengan kecap atau madu telah lama dipercaya ampuh dalam mengobati batuk berdahak. Caranya sediakan 1 atau secukupnya jeruk nips, kemudian potong jadi 2 bagian. Setelah itu peras air jeruk nipis tersebut kemudian campurkan dengan madu . Selanjutnya anda minum 2-3 kali dalam sehari.                                                                                             
  3. Daun Sirih dan JaheSeperti yang telah kita ketahui, bahwa daun sirih memang mempunyai sejuta manfaat. Misalnya saja bisa digunakan untuk mengobati keputihan dsb. Selain itu ternyata daun Sirih juga bisa dijadikan sebagai obat untuk mengatasi batuk berdahak. Caranya dengan merebus daun Sirih secukupnya kemudian campurkan dengan potongan Jahe. Setelah itu air rebusannya diminum sebanyak minimal 1x / hari, tujuannya yaitu untuk menjaga agar tubuh tetap hangat dan sehat.

Ramuan Herbal Untuk Mengatasi Batuk Kering


Sedangkan untuk mengobati batuk kering anda dapt membuat beberapa ramuan dari beberapa bahan alami berikut ini :


  1. Daun Kemangi
    Daun kemangi selain enak buat lalap juga bisa untuk mengobati batuk. Cara pengolahannya yaitu, sediakan 5-7 lembar daun kemangi, kemudian rebus dalam 1-2 gelas air, saringlah air rebusan dari daun kemangi tersebut dan minum air rebusan daun kemangi tersebut minimal 1x/ hari hingga batuk anda benar-benar sembuh

  2. Belimbing wuluh
    Sediakan 1 gerobak buah blimbing wuluh, kemudian cuci dan haluskan menggunakan blender. Selanjutnya campurkan dengan 1 cangkir air masak dan sedikit garam. Kemudian peras dan saring campuran buah belimbing wuluh tersebut dan minumlah 2 x sehari setiap pagi dan petang hingga batuk anda sembuh.

  3. Kencur
      ambil 3 rimpang kencur, kemudian cuci dan kunyah halus dengan sedikit garam. Kemudian telan sambil dibantu dengan meminum air hangat. Lakukan pengobatan ini 2 x sehari, pagi dan sore hari.

  4. Kunyit
    Selain ampuh mengobati penyakit maag, ternyata kunyit juga bisa dijadian sebagai obat batuk, terutama untuk batuk kering. Cara pembuatannya adalah tambahkan 1/2 sendok teh kunyit yang telah ditumbuk dan madu ke dalam satu gelas susu. Kunyit mempunyai khasiat alami yang bisa menghilangkan batuk.

  5. Bunga mawar
    Selain buat tanaman hias, ternyata juga berkhasiat untuk mengatasi batuk. caranya cukup mudah, ambil bunga mawar segar secukupnya tapi jng nyolon hehehe, kemudian d godog dengan air secukupnya dan tambahkan gula batu secukupnya. Minum sebanyak dua kali sehari, hingga batuk anda berkurang dan akan sembuh                                                                                                                                      
  6. Daun asam muda
    juga dapat berfungsi menyembuhkan batuk kering. Caranya, ambil daun asam muda setengah genggam, kemudian campurkan dengan daun saga manis, kayu manis, dan gula batu secukupnya. Rebus dengan api kecil sampai mendidih dan saring. Ramuan obat siap untuk diminum.

  7. Campuran Teh dan Jahe 
    Kalau untuk teh dan jahe mungkin anda semua sudah tahu manfaatnya. Selain enak, teh dan jahe juga punya banyak manfaat yang salah satunya yaitu sebagai obat penyembuh batuk. Caranya yaitu, sediakan 1 jari jahe dan segelas teh hangat / agak panas. Setelah itu cuci bersih jahe tersebut dan iris2, selanjutnya campurkan dengan teh yang diseduh dengan air hangat/agak panas tadi. Setelah itu minumlah 2x/hari.

Minggu, 18 Mei 2014

DO"A UNTUK MEMPERLUAS REZEKI DAN UNTUK MEMPERCEPAT UTANG SUPAYA CEPAT LUNAS

Bila anda mumet atau pusing karena mikir utang,maka hari2 anda akan serasa di neraka dunia gelap gulita dan merasa sedih siang dan malam iyo opo ora brow ,ini tak kasih amalan dan doa permohonan sama ALLAH SWT supaya kita di beri kelancaran rezeki serta di bebaskan dari hutang yg melilit leher kita,yaitu dngan membaca(surat Al-Imran: 26-27),syaratya harus kushuk dan iklhas serta sllu berusaha tanpa putus asa,inilah bacaan dan doa yg harus di amalkan:
بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِك الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَ تَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَ تُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَ تُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ‏ِ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. تُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَ تُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِ وَ تُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَ تُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَ تَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيرِ حِسَابٍ

Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli `ala Muhammadin wa âli Muhammad
Qulillâhumma âlikal mulki tu’til mulka man tasyâu wa tanzi’ul mulka mimman tasyâu, wa tu’izzu man tasyâu wa tudzillu man tasyâu, biyadikal khayru innaka ‘alâ kulli syay-in qadîr. Tûlijul layla fin nahâri wa tûlijun nahâra fil layli, wa tukhrijul hayya minal mayti wa tukhrijul mayyita minal hayyi wa tarzuqu man tasyâu bighayri hisâb.
Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan (batas).” (Ali-Imran: 26-27).
Caranya Mengamalkan
Pertama: Dua ayat tersebut dibaca (40 kali) selama 40 hari.
Kedua: Setiap sesudah membaca dua ayat tersebut membaca Yâ Allâh (3 kali). Kemudian membaca doa berikut (3 kali):

اَنْتَ اللهُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، تَجَبَّرْتَ اَنْ يَكُونَ لَكَ وَلَدٌ، وَتَعَالَيْتَ اَنْ يَكُونَ لَكَ شَرِيكٌ، وَتَعَظَّمْتَ اَنْ يَكُونَ لَكَ وَزِيْرٌ. يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا اَللهُ، اِقْضِ حَاجَتِي بِحَقِّ مُحَمَّدٍ وَآلِهِ صَلَوَاتُكَ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمْ اَجْمَعِينَ

Antallâhu lâ ilâha illâ Anta wahdaka lâ syarîka lak, tajabbarta ay yakûna laka walad, wa ta’âlayta ay yakûna laka syarîk, wa tazhzhamta ay yakûna laka wazîr. Yâ Allâhu Yâ Allâhu Yâ Allâh, iqdhi hâjatî bihaqqi Muhammadin wa âlihi shalawâtuka ‘alayhi wa ‘alayhim ajma’în.
Engkaulah Allah tiada Tuhan kecuali Engkau Yang Maha Esa tida sekutu bagi-Mu. Terlalu Agung Engkau untuk mempunyai anak, Terlalu Tinggi Engkau untuk memiliki sekutu, Terlalu Besar Engkau untuk mempunyai menteri. Ya Allah Ya Allah Ya Allah, tunaikan hajatku dengan hak Muhammad dan keluarga Muhammad. Semoga semua shalawat-Mu selalu tercurahkan kepadanya dan kepada mereka semua.
Untuk Menunaikan hutang
Syeikh Ath-Thabrasi meriwayatkan bahwa Mu’adz bin Jabal berkata: Pada suatu hari aku tidak shalat Jum’at bersama Rasulullah saw. Lalu beliau bertanya: “Wahai Mu’adz, mengapa kamu tidak shalat Jum’at? Mu’adz menjawab: Orang yahudi menghadangku di pintu rumahku karena hutangku, lempengan emas, sudah jatuh tempo. Tidak ada yang menaruh kasihan padaku selainmu, orang yahudi itu mau memasukkan aku ke penjara. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Wahai Mu’adz, maukah kamu Allah yang menunaikan hutangmu? Mu’ad menjawab: Ya mau, ya Rasulullah. Rasulullah saw bersabda: “Bacalah (ayat tersebut di atas):

(قُلِ اللَّهُمَّ مَالِك … وَ تَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيرِ حِسَابٍ)

Kemudian membaca:

يَا رَحْمَنَ الدُّنْيَا وَالآخِرَة وَرَحِيمَهُمَا تُعْطِي مِنْهَا مَاتَشَاءُ، وَتَمْنَعُ مِنْهُمَا مَاتَشَاءُ، اِقْضِ عَنِّي دَيْنِي

Yâ Rahmânad dun-ya wak-âkhirah wa rahîmahumâ, tu’thî minhumâ man tasyâ’, wa tamna’u minhumâ man tasyâ’, iqdhi ‘annî daynî.
Wahai Yang Maha Pengasih dunia dan akhirat, Yang Maha Penyayang dunia dan akhirat, Engkau memberikan dari keduanya apa yang Engkau kehendaki, dan Engkau menahan dari keduanya apa yang Engkau kehendaki, tunaikan hutangku.
Sekiranya kamu butuhkan bumi dipenuhi oleh emas, niscaya Allah menunaikan hutangmu.” 

Jumat, 16 Mei 2014

togel dan cara mengolah angka

siapa yg suka masang togel dan tidak tau cara mengolah angka,inai tak kasih trik dan tips gratis cara mengolah angka kalau di temapatku namanya nyonji,perhatikan dan simak baik2 pusatkan pikiran ini dia tipsnya:                                                                                                                                                                                                        
1. Kelompok Tinggi-Rendah

Nomor yang keluar tersebar diseluruh bidang nomor antara 00 – 99, ambillah seluruh nomor kemudian potong dua, maka kita memiliki setengah rendah dan setengah tinggi.Dalam sebuah permainan 100-an nomor, nomor 00-49 berada pada kelompok rendah dan 50-99 berada pada kelompok tinggi. Jika kita memiliki 12 nomor terpilih cobalah untuk mengambil nomor dengan gabungan 4/8, 8/4, atau 6/6 yaitu 4 nomor pada kelompok rendah dan 8 nomor pada kelompok tinggi, atau 8 nomor pada kelompok rendah dan 4 nomor pada kelompok tinggi, atau 6 nomor pada kelompok rendah dan tinggi.

2.Kelompok Ganjil-Genap
Jika kita memiliki 12 nomor pilihan, Cobahlah untuk mengambil gabungan 4/8, 8/4, atau 6/6 dari ganjil genap, yaitu 4 nomor pada kelompok ganjil dan 8 nomor pada kelompok genap, atau 8 nomor pada kelompok ganjil dan 4 nomor pada kelompok genap, atau 6 nomor pada kelompok ganjil dan genap.

3. Kelompok Shio
kelompok shio terdiri dari tiga kelompok yaitu
kelompok 1 : shio 1, 4, 7, 10
kelompok 2 : shio 2, 5, 8, 11
kelompok 3 : shio 3, 6, 9, 12
fungsi dari kelompok shio akan memperkecil nomor terpilih dari yang kita miliki.

4. Kelompok Jumlah
setelah anda memiliki 12 nomor yang akan bermain, usahakan jumlah dari keseluruhan 12 nomor yang terpilih berada diantara 368 sampai dengan 828. jumlah ini akan berada pada jangkauan 70 % dari nomor togel yang akan keluar.

5. Kelompok Individu
Perbanyak referensi, ikutlah forum atau kelompok togel disekitar lingkungan kita sebagai bahan sharing dengan nomor pilihan yang kita miliki.

Trik Tepat Memasang Togel
==========================

1. Kita bermain Hanya dengan 2D dengan jumlah angka 100 yaitu 00-99

2. Anda harus betting 75 angka dalam satu putaran,dan mematikan 25 angka, saya harap anda mengerti dalam tahap ini.Contoh anda membeli atau betting nomor 00-75 dan mematikan angka 76-99 .

3. Berapa modal untuk membeli 75 angka tersebut ? Jika anda membeli dikali 1 berarti 75 angka dikali 710(harga pasaran togel online 2D) = 53.250 . Berarti modal awal kita 53.250. Jika dikali 2 berapa modal awal kita ? 53.250 X 2 = 106.500 .Semakin besar modal kita semakin banyak nilai kemenangan tentunya.

4. Berapa hasil kemenangan dengan memakai trik seperti ini ? sekarang mari kita kalkulasikan secara rinci : modal 53.250 jika dikali 1 atau 1000. Jika anda menang berarti anda mendapatkan 70.000. Hasil kemenangan 70.000 dikurang modal 53.250 = 16.750

5. Berarti hasil kemenangan kita adalah 16.750 itu jika kita betting dikali 1 loh… atau kali 1000. Bagaimana jika kita betting dikali 5 atau 5000 atau kali 10.000 ? Silahkan hitung sendiri berapa kemenangan anda.

6. Andaikan anda dapat menembus kemenangan 10 putaran dengan betting setiap angka 5000 .Mari kita kalkulasikan kembali, jika betting dikali 1 atau 1000 kita sudah menang 16.750, jika dikali 5 berarti 16.750 X 5 = 83.750. Bagaimana jika tembus 10 kali putaran , 10 X 83.750 = 837.500, apakah menurut anda itu belum hasil yang lebih dari cukup ?

7. Lalu bagaimana jika gagal . Karena itu kita harus pintar-pintar untuk mematikan angka sebanyak 25 angka tersebut.Jangan terlalu bernafsu ,ingat Tak ada yang sukses tanpa KEGAGALAN …tetaplah berusaha…!!!

daun mangkokan untuk mengatasi ndas botak


Apakah anda pernah melihat kepala orang yg botak atau mungkin anda sendiri mengalami kebotakan,yg di sebabkan kerontokan rambut akibat terlalu sering untuk memikirkan utang hehehe.tenang aja ini saya kan memberikan tips untuk mengatasi kerontokan jembot dgn media daun mangkokan,gambar seperti di atas kalau di tempat anda menyebutnya daun apa,tapi kebanyakan menyebutnya daun mangkoan,tidak perlu berpanjang lebar langsung aja inilah cara mengatasi kebotakan dgn daun mangkoan:
  1. Ambillah daun mangkokan tua secukupnya .
  2. Siapkan minyak kelapa atau minyak goreng secukupnya .
  3. Cucilah daun mangkokan sampai bersih, lalu giling sampai halus .
  4. Imbuhkan minyak kelapa sembari diaduk-aduk sampai jadi bubur .
  5. Saring serta peras untuk di ambil airnya .
Hasil perasan air itu di oleskan pada kuit kepala sembari dipijat mudah sampai jadi kering. Lalu cucilah rambut sampai bersih. Kerjakan 2 sampai 3 kali satu hari tiap-tiap minggu. Bila dikerjakan dengan teratur, biasanya bakal tunjukkan hasil kurun waktu sebulan.

AL FATIAH DAN MANFAATNYA

     BERIKUT INI ADALAH KHASIAT DARI  SURAH AL-FATIHAH
1.Khasiat surat Al-Fatihah yang pertama adalah untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan di dunia. Caranya: bacalah surat Al-Fatihah sebanyak 41 kali sesudah shalat sunnah qabliyah subuh (shalat sunnah sebelum sholat fardhu subuh) secara terus menerus.
                                                                                                                                                                                                 2. Supaya rezeki lancar dan tercapai cita-cita. - Maka jika Anda ingin pangkat keduniawian insya Allah akan berhasil, jika Anda miskin maka bisa menjadi kaya, jika punya hutang bisa segera lunas, jika sakit segera sembuh, jika lemah menjadi kuat, menjadikan seseorang mulia, ditakuti musuh, semua orang akan mencintai, semua kata-katanya akan diperhatikan dan dipercaya oleh masyarakat, dan selamat dari segala bencana.

3. Mengobati segala jenis penyakit - Khasiat membaca surat Al-Fatihah yang kedua adalah supaya rezeki mudah mengalir dengan lancar dan tercapai cita-citanya. Caranya: bacalah surat Al-Fatihah sebanyak 21 kali setiap selesai shalat fardhu secara terus menerus, maka insyaallah rezeki Anda akan selalu mengalir bagai air bah, dijaga dari segala macam kejahatan, dimuliakan masyarakat, dan berhasil semua maksud atau cita-cita yang ingin dicapai.

4. Melepas tali atau membuka gembok - Mengenai khasiat surat Al-Fatihah untuk penyembuhan penyakit, terdapat hadist riwayat Ibnu Abbas ra ketika Rasulullah SAW mengobati cucunya Hasan yang sedang sakit keras dan berhasil sembuh dengan segera berkat khasiat surat Al-Fatihah.

5. Menghilangkan kebingungan dalam hati dan pikiran - Apabila terdapat seorang muslim yang sedang dirantai atau dikunci di dalam suatu ruangan tertutup, maka dia bisa menggunakan khasiat surat Al-Fatihah untuk keselamatan diri. Caranya adalah: bacalah surat Al-Fatihah sebanyak 121 kali dengan hati yang khusyu’ diarahkan ke rantai atau gembok. Kemudian ditiupkan ke arah rantai atau gembok tadi 10 kali, insyaallah gembok akan terlepas atau terbuka.

Rabu, 14 Mei 2014

KEANGKERAN PULAU JAWA JAMAN DAHULU

 Memang susah untuk mengetahui keadaan, asal usul atau gambaran kondisi sebuah masyarakat nun jauh ke masa lalu. Semakin jauh masa itu, semakin gelap gambarannya. Namun, upaya-upaya ahli sejarah dan lainnya untuk menguaknya patut dihargai. Paling tidak ada sedikit gambaran yang mungkin bisa kita lihat, meski tidak sepenuhnya benar satus persen.
Beberapa naskah yang beredar mencoba menggambarkan hal itu. Seperti dalam Serat Jangka Syeh Subakir.
“Sampun sangang ewu warsa, inggih wonten pulo ngriki, dedukuh ing hardi Tidar, saweg antuk sewu warsi, langkung taun puniki, Sech Bakir gawok angrungu, dika niku wong napa, napa ta ayekti janmi, umur dika dene ta kaliwat-liwat”
                                                                                                                                                                                                                                                          Sudah 9000 tahun, ya (saya Semar) sudah ada di pulau ini (Jawa), di pedusunan di Gunung Tidar, tapi baru 1000 tahun berjalan, di sini, Sech Subakir heran mendengarnya, engkau ini makhluk apa, apa benar manusia? Kok usianya luar biasa?” Demikian perkenalan Semar dengan Syech Subakir. Selama ribuan tahun itu Semar bertapa di Gunung Merbabu dan tidak mengetahui keadaan manusia di Jawa. Gambaran tentang kondisi Pulau Jawa juga digambarkan dalam Serat tersebut penuh dihuni oleh demit, jin, gendruwo bekasaan dan sejenisnya. Bahkan beberapa utusan dari negeri Rum sebelum Syeh Subakir dimakan demit (Binadog demit). Dari serat ini, ditegaskan bahwa Raja Rum mendapat petunjuk untuk mengisi pulau Jawa : “jeng Sultan Rum kang winarni, angsal sasmitaning Sukma, dinawuhan angiseni, manungsa pilo Jawi,…”
Syeh subakir mengambil orang-orang Keling (?) untuk dibawa mengisi pulau Jawa, sebanyak 2 laksa (20000) keluarga. Dari serat ini, maka yang mengisi (menjadi penghuni P. Jawa) adalah dari bangsa Keling yang dibawa oleh Syeh Subakir. Padahal dalam naskah itu pula, Semar adalah manusia.
                                                                                                                                                                                                      “Sang Hyang Semar lon wuwusnya, gih sumangga karsa Aji, sajatine gih kawula, lan kiraka tiyang Jawi, ing kina prapteng mangkin, kawak daplak inggih ulun, wong Jawa kuna mula, saderenga dika prapti, kula manggen Marbabu pucak haldaka”.
Namun, selama bertapa ribuan tahun itu pula pulau Jawa sudah berubah isinya, bukan manusia seperti Semar, tetapi sudah dikuasai oleh para demit.
Dalam SERAT JANGKA TANAH JAWI gambarannya tidak beda jauh dengan serat Jangak Syeh Subakir, yaitu pertemuan antara Semar dengan Syeh Subakir ketika memberi tumbal (mengusir) para dedemit yang menguasai tanah Jawa. Dalam serat ini ada dialog yang sebenarnya adalah bantahan anggapan bahwa tanah Jawa belum dihuni oleh manusia, hanya oleh bangsa jin dan demit,butho cakil,buto terong,banaspati,medi tempek,barang siapa masuk ke pulau jawa pasti akan jadi santapan demit.                                                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                                           “Syekh Bakir lon angandika, sayrkti ing tanah Jawi, pan durung ana manungsa, pan isih rupa wanadri, Hyang Semar matur aris, kawula sajatosipun, ing kina makina, saderenging tuwan prapti, hamba kalih dhedhukuh Rebabu arga”
Syeh Subakir berkata, sebenarnya di tanah Jawa, belum ada manusia, masih berupa hutan. Hyang Semar menjawab dengan lembut, hamba ini sebenarnya, di masa lalu, sebelum kedatangan tuan, hamba berdua (Semar dan Togog) ini penghuni Jawa yang bertempat di gunung Merbabu”.
Namun, dalam serat ini Semar sendiri menjelaskan bahwa dia bukan manusia, tetapi keturunan dewa, Sang Yang Tunggal atau Manikmaya. Agak sedikit berbeda memang dengan serat Jangka Syeh Subakir. Namun pada intinya bahwa Semar dan Togog di masa lalu adalah penghuni pulau Jawa. Apakah hanya mereka berdua? Tentu ini bisa disinkronkan dengan sumber-sumber lain misalnya Babad Demak Pesisiran yang menerangkan silsilah orang tua Syang Hyang Tunggal adalah Sang Yang Wenang, putra dari Sang Yang Wening, putra dari Sang Yang Nurasa, putra dari Sang Yang Nurcahyo atau Sayid Anwar, putra dari Nabi Sis. (dalam versi lain, Sang Yang Wening dan Wenang adalah satu pribadi). Dalam Serat Jangka Tanah Jawi, Semar adalah keturunan dari Nabi Sis (jika digabungkan Babad Demak Pesisiran, karena anak dari Sang Yang Tunggal). Namun, dalam Babad Demak Pesisiran, nama Semar tidak muncul sebagai anak Sang Yang Tunggal. Di sinilah letak gelapnya lagi, Semar di satu sisi mengaku anak Sang Yang Tunggal, namun dalam babad Demak Pesisiran, tidak masuk. Demikian pula dalam Babad Tanah Jawa, Semar dan Togog itu menjadi “penderek” Raden Palasara yang merupakan keturunan dari Sayid Anwar. Dalam babad Tanah Jawa, Palasara merupakan cikal bakal leluhur Jawa, dimana kemudian, Kurawa, Pandawa adalah bagian dari keturunannya (ini menjadi terbalik, bahwa kisah mahabarata itu mulanya dari Jawa).
Dalam serat Babad Demak Pesisiran, Nabi Ibrahim itu berbeda dengan Bathara Brhama. Nabi Ibrahim berada pada garis silsilah Sayid Anwas (saudara Sayid Anwar). Batara Brahma adalah keturunan dari Sayid Anwar.
                                                                                                                                                                      Masa-masa gelap ini memang memunculkan banyak versi mengenai leluhur Jawa. Buku lain, yaitu SEJARAH KAWITANE WONG JAWA LAN WONG KANUNG menggambarkan : pertama jaman jamajuja (puluhan ribu- buku ini ditulis pada tahun 1931) sudah ada manusia, tetapi masih bertelanjang, seperti kera, hidupnya di gua-gua. Masih dalam masa jamajuja periode 5000 tahun (sebelumnya) manusianya sudah mengalami kemajuan, sudah memakai cawet dari dedaunan, sudah menempati di luar gua. Mereka sudah berkumpul dalam sebuah komunitas. Masyarakat ini disebut dengan masyarakat Lingga (Suku Lingga). Masa kuna (sebelum masehi), orang-orang Sampit berhijrah ke Nusa Kendheng yang kemudian disebut sebagai orang Jawa. Kata Jawa sendiri dirujukkan pada sebutan Bantheng yang “gemati” penuh perhatian terhadap anaknya. Sebab bantheng perempuan disebut Jawi, yang “gemati” kemudian disebut Jawa. Orang-orang Sampit yang mengungsi ke Jawa ini kemudian membuat pertanda awal sebagai orang Jawa, yaitu 230 tahun sebelum masehi (bukan saka). Tahun itu disebut tahun Hwuning (pengingat). Tokoh pimpinan rombongan eksodus ini namanya Khi Seng Dhang, yang kelak kemudian disebut Dhang Hyang (Danyang). Mereka berasal dari Sampit yang keturunan dari suku Hainan. Dari catatan ini, maka orang Jawa (dalam pengertian) pendatang baru yang “gemati”, mau menghormati orang Lingga adalah 230 SM. Namun penduduk Jawa asli, Suku Lingga kemudian bercampur dan kelak memenuhi Jawa.
                                                                                                                                                                                             
 Dengan demikian, catat buku ini menyebut mulainya peradaban Jawa itu 230SM, karena adanya kebudayaan Hainan yang dibawa, sementara suku Lingga yang masih tertinggal, hidup di gua, hutan dan bergantung pada alam, belum disebut sebagai orang Jawa. Ini tentu berbeda dengan versi Serat Jangka Syeh Subakir dan Serat Jangka Tanah Jawi. Jika kita lihat kedatangan Syeh Subakir di tanah Jawa dari sumber lain, sekitar tahun 1404. Jika berasumsi bahwa sebelum tahun itu tanah Jawa tak ada manusianya, maka akan muncul banyak persoalan, bagaimana dengan kerajaan Singasari, Kediri dan lainnya yang sebelumnya ada? Tentu membaca SERAT JANGKA SYEH SUBAKIR dan SERAT JANGKA TANAH JAWAI ini tidak bisa seleterlek ini. Mungkin butuh analisis simbol, semiotik, hermeneutik dan lain sebagainya agar mendapat pemahaman yang lebih luas. Sebab SERAT JANGKA itu pesan besarnya adalah mengenai “prediksi” masa depan Jawa dalam periodisasi tertentu, bukan membahas asal usul bangsa Jawa.
So, masih terbuka lebar untuk penilitan yang lebih jauh dan mendalam siapa sebenarnya leluhur orang Jawa di masa lampau sekali. Tentu tidak akan ditemukan jawaban tunggal, sebab sebuah masyarakat terdiri dari berbagai unsur, keluarga dan sebagainya, maka akan dimungkinkan banyak versi.
Kembali lagi, bahwa kata Jawa itu bisa diartikan “gemati”, perhatian, menghargai, menyayangi. Jadi siapapun mereka bisa melakukan itu semua di pulau Jawa ini, akan menjadi leluhur Jawa, entah dia dari belahan dunia manapun.
Syekh Subakir, sangat berjasa dalam menumbali tanah Jawa, ”Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa dikisahkan, Sudah beberapa kali utusan dari Negeri Arab, untuk menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya tapi telah gagal secara makro. Disebabkan orang-orang Jawa pada waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Dengan tokoh-tokoh gaibnya masih sangat menguasai bumi dan laut di sekitar P Jawa. Para ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat, meskipun berkembang tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Secara makro dapat dikatakan gagal. Maka diutuslah Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam dengan membawa batu hitam yang dipasang oleh Syekh Subakir di seantero Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk : Jin, setan dan mahluk halus lainnya. Syekh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “ Walaupun kamu sudah mampu meredam amukan kami, kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syekh Subakir. Kata Jin, “Aku masih dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang imannya masih lemah”. Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir berasal dari Rum). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada tahun 1404, Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir berasal dari Rum, Baghdad). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada tahun 1404, mereka diantaranya: Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan. Maulana Hasanudin, dari Palestina. Maulana Aliyudin, dari Palestina. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang dihuni jin jahat. Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa dikisahkan, bahwa sudah beberapa kali utusan dari Arab didatangkan untuk menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya, tapi selalu gagal secara makro. Kegagalan itu disebabkan karena orang-orang Jawa pada waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Masyarakat masih senang menyembah barang-barang bertuah dan ruh-ruh yang diyakininya dapat membimbing, memberi ilham dan menolong mereka. Dengan tokoh-tokoh gaibnya, para tokoh masyarakat masih sangat menguasai bumi dan laut di sekitar Pulau Jawa. Para ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat. Meskipun berkembang, tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Artinya, secara makro dapat dikatakan gagal. Karena itu, maka diutuslah Syeh Subakir yang dikenal memang sakti mandraguna. Beliau diutus secara khusus menangani masalah-masalah yang terkait magic dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat yang masih demen ilmu-ilmu mistik. Untuk menyebarkan agama Islam, menurut cerita yang berkembang, Syekh Subakir membawa batu hitam yang dipasang di seantero Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk: Jin, setan dan mahluk halus lainnya. Syeh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “Ya Syekh, walaupun kamu sudah mampu meredam amukan kami dan kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syeh Subakir. Kata Jin, “Aku masih dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang imannya masih lemah”. Tidak salah bila kemudian, gunung Tidar dikenal dengan Paku Tanah Jawa. Gunung Tidar tak terpisahkan dengan pendidikan militer. Gunung yang dalam legenda dikenal sebagai "Pakunya tanah Jawa" itu terletak di tengah Kota Magelang. Berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan laut, Gunung Tidar memiliki sejarah dalam perjuangan bangsa. Di Lembah Tidar itulah Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang mencetak perwira pejuang Sapta Marga berdiri pada 11 November 1957. Di puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah Tugu dengan simbol huruf Sa (dibaca seperti pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Menurut penuturan juru kunci, itu bermakna Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman. Gunung Tidar tidak hanya terkenal sebagai ikon atau identitas Kota Magelang. Bagi sebagian orang yang memang nglakoni lelaku spiritual , Gunung Tidar merupakan salah satu obyek yang menjadi tempat tujuan mereka untuk mendekatkan diri kepada Gusti Allah. Dahulu, Gunung Tidar terkenal akan ke-angker-annya dan menjadi rumah bagi para Jin dan Makhluk Halus. Jalmo Moro Jalmo Mati, setiap orang yang datang ke Gunung Tidar bisa dipastikan kalau tidak mati ya modar (dan mungkin hal ini yang menjadi asal usul nama Tidar). Berdasarkan penuturan Juru Kunci Gunung Tidar, di Gunung Tidar terdapat 2 buah makam yaitu Makam Kyai Sepanjang dan Makam Sang Hyang Ismoyo (atau yang lebih dikenal sebagai Kyai Semar). Sedangkan tempat yang selama ini dikenal sebagai Makam Syekh Subakir sebenarnya hanyalah petilasan beliau. Jadi, beliau dikenal sebagai wali Allah yang menaklukkan Jin dan Makhluk Halus di Gunung Tidar sehingga para makhluk halus tersebut ‘mengungsi’ ke Pantai Selatan, tempat Nyai Roro Kidul. Setelah berhasil menaklukkan Jin dan Makhluk Halus, Syekh Subakir kembali ke tanah asalnya di Rom (Baghdad). Di petilasan Syekh Subakir ini tersedia mushola kecil dan pendopo. Petilasan Syekh Subakir sebelumnya ditandai dengan adanya kijing yang terbuat dari kayu. Setelah dipugar, kijing tersebut diletakkan di pendopo dan diganti dengan batu fosil yang berasal dari Tulung Agung serta dikelilingi pagar tembok yang berbentuk lingkaran dan tanpa atap. Pada tahap berikutnya, kedudukan Syekh Subakir, Sang Babad Tanah Jawa sebagai salah satu Wali Songo, digantikan oleh Sunan Kalijaga yang banyak disebut-sebut pimpinan para wali di Tanah Jawa karena kekeramatannya yang begitu melegenda. ADA satu kisah menarik dalam petilan “Babad Tanah Jawa”. Meskipun kisah ini merupakan petilan. Namun intisari yang tertanam di dalamnya, ternyata tetap masih aktual di saat ini sekali pun. Ketika itu, datanglah para ulama dari “Sebrang Lautan” (Mesir) ke Tanah Jawa. Tujuan para ulama utusan Sultan Mesir itu adalah untuk menyebarkan agama Islam, yang menurut laporan masih banyak penduduk Jawa yang kafir. Para ulama itu dipimpin seorang Syeh yang bernama Syech Subakir Sebelum Syech Subakir datang, telah beberapa kali ulama pendahulunya menginjakan kakinya di Tanah Jawa. Namun, setiap kali mereka datang, selalu gagal menyebarkan agama Islam. Mengapa? Pertanyaan itulah yang berada di benak Syech Subakir. Dan tidak berapa lama setelah sampai ke Tanah Jawa, Syech asal Persia (Iran) itu berhasil mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tersebut. Ternyata, seluruh Tanah Jawa dari ujung Timur sampai ke Barat di jaga oleh bangsa jin yang dipimpin Sabdo Palon. Kegagalan para ulama sebelumnya adalah karena ulah mereka, para jin kafir yang tidak mau masuk Islam dan menentang Islam berkembang di Tanah Jawa. Untungnya, Syech Subakir menguasai ilmu tentang makhluk halus, sehingga dia dan para ulama yang dipimpinnya berhasil mengetahui keberadaan para jin tersebut. Dalam wujud kasarnya, para mahluk halus itu ada yang berujud ombak yang besar yang mampu menenggelamkan kapal berikut penumpangnya. Juga angin puting beliung, dan sebagainya yang mampu memporak- porandakan apa saja yang ada dihadapannya, termasuk menjelma menjadi hewan buas, harimau, ular dan sebangsanya. Perubahan bentuk dan ujud itulah yang selama ini diduga mencelakakan para ulama yang bermaksud menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Maka kemudian terjadilah pertempuran yang dasyat antara para jin pimpinan Sabdo Palon dengan pasukan ulama pimpinan Syech Subakir. Konon, pertempuran itu terjadi selama berhasi- hari, tanpa ketahuan siapa yang bakal memenangkannya. Karena melihat situasi yang tidak menguntungkan, maka Sabdo Palon mengajukan usulan gencatan senjata. Syech Subakir yang melihat itu sebuah peluang, menerima ajakan Sabdo Palon. Maka terjadilah kesepakatan antara keduanya. Isi kesepakatan antara lain, Sabdo Palon memberi kesempatan kepada Syech Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara paksaan atau memaksa. Kemudian Sabdo Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di Tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan catatan. Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adapt istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang dakuinya, tetapi biarlah adapt dan budaya berkembang sedemikian rupa. Dan yang terpenting, jadi pemimpin janganlah terlalu lurus, namun juga jangan terlampau bengkok. Hal ini sempat dipertanyakan Syech Subakir kepada Sabdo Palon, mengapa seorang pemimpin tidak boleh benar-benar lurus. Dijawab Sabdo Palon, karena pemimpin itu menjadi pimpinan semua orang. Dan orang tidak semuanya lurus, pasti banyak pula yang bengkok. Lha, orang yang bengkok-bengkok itu akan ikut siapa, bila pemimpinnya lurus? Legenda Gunung Tidar Magelang Keberadaan daerah Magelang terbungkus oleh berbagai legenda. Salah satu dongeng yang hidup dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana dikisahkan M. Bambang Pranowo (2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala, ketika Pulau Jawa baru saja diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dalam bentuk tanah yang terapung-apung di lautan luas; tanah tersebut senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa kemudian diutus turun dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti bergerak. Kepala dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut akhirnya menjadi sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung Tidar. Gunung yang terletak di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat dibagian tengah Pulau Jawa tersebut memang berbentuk kepala paku; karena itu gunung Tidar dikenal luas sebagai “pakuning tanah jawa”. Dongeng lain yang tentunya diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan bahwa pada zaman dahulu daerah ini merupakan kerajaan jin yang diperintah oleh dua raksasa. Syekh Subakir, seorang penyebar agama Islam, datang ke daerah ini untuk berdakwah. Tidak rela atas kedatangan Syekh tersebut terjadilah perkelahian antara raja Jin melawan sang Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh Syekh Subakir. Raja Jin dan istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan bergabung dengan Nyai Rara Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja Jin bersumpah akan kembali ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela menjadi pengikut Syekh Subakir. Legenda ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak sekedar di Magelang, tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan sampai di Lampung dan mancanegara (Suriname). Hal ini karena telah disebutkan dalam jangka Joyoboyo dan mengalir secara tutur tinular menjadi kepercayaan masyarakat. Apalagi pemerintah kota Magelang menjadikan Tidar sebagai simbol atau maskot daerah dengan menempatkan gunung Tidar yang dilambangkan dengan gambar paku di dalam logo pemerintahan. Di samping itu nama-nama tempat begitu banyak menggunakan nama Tidar, seperti nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama perguruan tinggi, nama terminal dll. Yang semuanya menguatkan gunung Tidar menjadi legenda abadi.

Read more at: http://alifbraja.blogspot.com/2012/06/babad-tanah-jawa.html
Copyright © ALIFBRAJA|alifbraja.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Syekh Subakir, sangat berjasa dalam menumbali tanah Jawa, ”Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa dikisahkan, Sudah beberapa kali utusan dari Negeri Arab, untuk menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya tapi telah gagal secara makro. Disebabkan orang-orang Jawa pada waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Dengan tokoh-tokoh gaibnya masih sangat menguasai bumi dan laut di sekitar P Jawa. Para ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat, meskipun berkembang tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Secara makro dapat dikatakan gagal. Maka diutuslah Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam dengan membawa batu hitam yang dipasang oleh Syekh Subakir di seantero Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk : Jin, setan dan mahluk halus lainnya. Syekh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “ Walaupun kamu sudah mampu meredam amukan kami, kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syekh Subakir. Kata Jin, “Aku masih dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang imannya masih lemah”. Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir berasal dari Rum). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada tahun 1404, Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir berasal dari Rum, Baghdad). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada tahun 1404, mereka diantaranya: Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan. Maulana Hasanudin, dari Palestina. Maulana Aliyudin, dari Palestina. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang dihuni jin jahat. Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa dikisahkan, bahwa sudah beberapa kali utusan dari Arab didatangkan untuk menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya, tapi selalu gagal secara makro. Kegagalan itu disebabkan karena orang-orang Jawa pada waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Masyarakat masih senang menyembah barang-barang bertuah dan ruh-ruh yang diyakininya dapat membimbing, memberi ilham dan menolong mereka. Dengan tokoh-tokoh gaibnya, para tokoh masyarakat masih sangat menguasai bumi dan laut di sekitar Pulau Jawa. Para ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat. Meskipun berkembang, tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Artinya, secara makro dapat dikatakan gagal. Karena itu, maka diutuslah Syeh Subakir yang dikenal memang sakti mandraguna. Beliau diutus secara khusus menangani masalah-masalah yang terkait magic dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat yang masih demen ilmu-ilmu mistik. Untuk menyebarkan agama Islam, menurut cerita yang berkembang, Syekh Subakir membawa batu hitam yang dipasang di seantero Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk: Jin, setan dan mahluk halus lainnya. Syeh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “Ya Syekh, walaupun kamu sudah mampu meredam amukan kami dan kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syeh Subakir. Kata Jin, “Aku masih dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang imannya masih lemah”. Tidak salah bila kemudian, gunung Tidar dikenal dengan Paku Tanah Jawa. Gunung Tidar tak terpisahkan dengan pendidikan militer. Gunung yang dalam legenda dikenal sebagai "Pakunya tanah Jawa" itu terletak di tengah Kota Magelang. Berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan laut, Gunung Tidar memiliki sejarah dalam perjuangan bangsa. Di Lembah Tidar itulah Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang mencetak perwira pejuang Sapta Marga berdiri pada 11 November 1957. Di puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah Tugu dengan simbol huruf Sa (dibaca seperti pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Menurut penuturan juru kunci, itu bermakna Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman. Gunung Tidar tidak hanya terkenal sebagai ikon atau identitas Kota Magelang. Bagi sebagian orang yang memang nglakoni lelaku spiritual , Gunung Tidar merupakan salah satu obyek yang menjadi tempat tujuan mereka untuk mendekatkan diri kepada Gusti Allah. Dahulu, Gunung Tidar terkenal akan ke-angker-annya dan menjadi rumah bagi para Jin dan Makhluk Halus. Jalmo Moro Jalmo Mati, setiap orang yang datang ke Gunung Tidar bisa dipastikan kalau tidak mati ya modar (dan mungkin hal ini yang menjadi asal usul nama Tidar). Berdasarkan penuturan Juru Kunci Gunung Tidar, di Gunung Tidar terdapat 2 buah makam yaitu Makam Kyai Sepanjang dan Makam Sang Hyang Ismoyo (atau yang lebih dikenal sebagai Kyai Semar). Sedangkan tempat yang selama ini dikenal sebagai Makam Syekh Subakir sebenarnya hanyalah petilasan beliau. Jadi, beliau dikenal sebagai wali Allah yang menaklukkan Jin dan Makhluk Halus di Gunung Tidar sehingga para makhluk halus tersebut ‘mengungsi’ ke Pantai Selatan, tempat Nyai Roro Kidul. Setelah berhasil menaklukkan Jin dan Makhluk Halus, Syekh Subakir kembali ke tanah asalnya di Rom (Baghdad). Di petilasan Syekh Subakir ini tersedia mushola kecil dan pendopo. Petilasan Syekh Subakir sebelumnya ditandai dengan adanya kijing yang terbuat dari kayu. Setelah dipugar, kijing tersebut diletakkan di pendopo dan diganti dengan batu fosil yang berasal dari Tulung Agung serta dikelilingi pagar tembok yang berbentuk lingkaran dan tanpa atap. Pada tahap berikutnya, kedudukan Syekh Subakir, Sang Babad Tanah Jawa sebagai salah satu Wali Songo, digantikan oleh Sunan Kalijaga yang banyak disebut-sebut pimpinan para wali di Tanah Jawa karena kekeramatannya yang begitu melegenda. ADA satu kisah menarik dalam petilan “Babad Tanah Jawa”. Meskipun kisah ini merupakan petilan. Namun intisari yang tertanam di dalamnya, ternyata tetap masih aktual di saat ini sekali pun. Ketika itu, datanglah para ulama dari “Sebrang Lautan” (Mesir) ke Tanah Jawa. Tujuan para ulama utusan Sultan Mesir itu adalah untuk menyebarkan agama Islam, yang menurut laporan masih banyak penduduk Jawa yang kafir. Para ulama itu dipimpin seorang Syeh yang bernama Syech Subakir Sebelum Syech Subakir datang, telah beberapa kali ulama pendahulunya menginjakan kakinya di Tanah Jawa. Namun, setiap kali mereka datang, selalu gagal menyebarkan agama Islam. Mengapa? Pertanyaan itulah yang berada di benak Syech Subakir. Dan tidak berapa lama setelah sampai ke Tanah Jawa, Syech asal Persia (Iran) itu berhasil mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tersebut. Ternyata, seluruh Tanah Jawa dari ujung Timur sampai ke Barat di jaga oleh bangsa jin yang dipimpin Sabdo Palon. Kegagalan para ulama sebelumnya adalah karena ulah mereka, para jin kafir yang tidak mau masuk Islam dan menentang Islam berkembang di Tanah Jawa. Untungnya, Syech Subakir menguasai ilmu tentang makhluk halus, sehingga dia dan para ulama yang dipimpinnya berhasil mengetahui keberadaan para jin tersebut. Dalam wujud kasarnya, para mahluk halus itu ada yang berujud ombak yang besar yang mampu menenggelamkan kapal berikut penumpangnya. Juga angin puting beliung, dan sebagainya yang mampu memporak- porandakan apa saja yang ada dihadapannya, termasuk menjelma menjadi hewan buas, harimau, ular dan sebangsanya. Perubahan bentuk dan ujud itulah yang selama ini diduga mencelakakan para ulama yang bermaksud menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Maka kemudian terjadilah pertempuran yang dasyat antara para jin pimpinan Sabdo Palon dengan pasukan ulama pimpinan Syech Subakir. Konon, pertempuran itu terjadi selama berhasi- hari, tanpa ketahuan siapa yang bakal memenangkannya. Karena melihat situasi yang tidak menguntungkan, maka Sabdo Palon mengajukan usulan gencatan senjata. Syech Subakir yang melihat itu sebuah peluang, menerima ajakan Sabdo Palon. Maka terjadilah kesepakatan antara keduanya. Isi kesepakatan antara lain, Sabdo Palon memberi kesempatan kepada Syech Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara paksaan atau memaksa. Kemudian Sabdo Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di Tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan catatan. Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adapt istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang dakuinya, tetapi biarlah adapt dan budaya berkembang sedemikian rupa. Dan yang terpenting, jadi pemimpin janganlah terlalu lurus, namun juga jangan terlampau bengkok. Hal ini sempat dipertanyakan Syech Subakir kepada Sabdo Palon, mengapa seorang pemimpin tidak boleh benar-benar lurus. Dijawab Sabdo Palon, karena pemimpin itu menjadi pimpinan semua orang. Dan orang tidak semuanya lurus, pasti banyak pula yang bengkok. Lha, orang yang bengkok-bengkok itu akan ikut siapa, bila pemimpinnya lurus? Legenda Gunung Tidar Magelang Keberadaan daerah Magelang terbungkus oleh berbagai legenda. Salah satu dongeng yang hidup dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana dikisahkan M. Bambang Pranowo (2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala, ketika Pulau Jawa baru saja diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dalam bentuk tanah yang terapung-apung di lautan luas; tanah tersebut senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa kemudian diutus turun dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti bergerak. Kepala dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut akhirnya menjadi sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung Tidar. Gunung yang terletak di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat dibagian tengah Pulau Jawa tersebut memang berbentuk kepala paku; karena itu gunung Tidar dikenal luas sebagai “pakuning tanah jawa”. Dongeng lain yang tentunya diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan bahwa pada zaman dahulu daerah ini merupakan kerajaan jin yang diperintah oleh dua raksasa. Syekh Subakir, seorang penyebar agama Islam, datang ke daerah ini untuk berdakwah. Tidak rela atas kedatangan Syekh tersebut terjadilah perkelahian antara raja Jin melawan sang Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh Syekh Subakir. Raja Jin dan istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan bergabung dengan Nyai Rara Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja Jin bersumpah akan kembali ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela menjadi pengikut Syekh Subakir. Legenda ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak sekedar di Magelang, tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan sampai di Lampung dan mancanegara (Suriname). Hal ini karena telah disebutkan dalam jangka Joyoboyo dan mengalir secara tutur tinular menjadi kepercayaan masyarakat. Apalagi pemerintah kota Magelang menjadikan Tidar sebagai simbol atau maskot daerah dengan menempatkan gunung Tidar yang dilambangkan dengan gambar paku di dalam logo pemerintahan. Di samping itu nama-nama tempat begitu banyak menggunakan nama Tidar, seperti nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama perguruan tinggi, nama terminal dll. Yang semuanya menguatkan gunung Tidar menjadi legenda abadi.

Read more at: http://alifbraja.blogspot.com/2012/06/babad-tanah-jawa.html
Copyright © ALIFBRAJA|alifbraja.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Memang susah untuk mengetahui keadaan, asal usul atau gambaran kondisi sebuah masyarakat nun jauh ke masa lalu. Semakin jauh masa itu, semakin gelap gambarannya. Namun, upaya-upaya ahli sejarah dan lainnya untuk menguaknya patut dihargai. Paling tidak ada sedikit gambaran yang mungkin bisa kita lihat, meski tidak sepenuhnya benar satus persen.
Beberapa naskah yang beredar mencoba menggambarkan hal itu. Seperti dalam Serat Jangka Syeh Subakir.
“Sampun sangang ewu warsa, inggih wonten pulo ngriki, dedukuh ing hardi Tidar, saweg antuk sewu warsi, langkung taun puniki, Sech Bakir gawok angrungu, dika niku wong napa, napa ta ayekti janmi, umur dika dene ta kaliwat-liwat”
“Sudah 9000 tahun, ya (saya Semar) sudah ada di pulau ini (Jawa), di pedusunan di Gunung Tidar, tapi baru 1000 tahun berjalan, di sini, Sech Subakir heran mendengarnya, engkau ini makhluk apa, apa benar manusia? Kok usianya luar biasa?”
Demikian perkenalan Semar dengan Syech Subakir. Selama ribuan tahun itu Semar bertapa di Gunung Merbabu dan tidak mengetahui keadaan manusia di Jawa. Gambaran tentang kondisi Pulau Jawa juga digambarkan dalam Serat tersebut penuh dihuni oleh demit, jin, gendruwo bekasaan dan sejenisnya. Bahkan beberapa utusan dari negeri Rum sebelum Syeh Subakir dimakan demit (Binadog demit). Dari serat ini, ditegaskan bahwa Raja Rum mendapat petunjuk untuk mengisi pulau Jawa : “jeng Sultan Rum kang winarni, angsal sasmitaning Sukma, dinawuhan angiseni, manungsa pilo Jawi,…”
Syeh subakir mengambil orang-orang Keling (?) untuk dibawa mengisi pulau Jawa, sebanyak 2 laksa (20000) keluarga. Dari serat ini, maka yang mengisi (menjadi penghuni P. Jawa) adalah dari bangsa Keling yang dibawa oleh Syeh Subakir. Padahal dalam naskah itu pula, Semar adalah manusia.
“Sang Hyang Semar lon wuwusnya, gih sumangga karsa Aji, sajatine gih kawula, lan kiraka tiyang Jawi, ing kina prapteng mangkin, kawak daplak inggih ulun, wong Jawa kuna mula, saderenga dika prapti, kula manggen Marbabu pucak haldaka”.
Namun, selama bertapa ribuan tahun itu pula pulau Jawa sudah berubah isinya, bukan manusia seperti Semar, tetapi sudah dikuasai oleh para demit.
Dalam SERAT JANGKA TANAH JAWI gambarannya tidak beda jauh dengan serat Jangak Syeh Subakir, yaitu pertemuan antara Semar dengan Syeh Subakir ketika memberi tumbal (mengusir) para dedemit yang menguasai tanah Jawa. Dalam serat ini ada dialog yang sebenarnya adalah bantahan anggapan bahwa tanah Jawa belum dihuni oleh manusia, hanya oleh bangsa jin dan demit.
“Syekh Bakir lon angandika, sayrkti ing tanah Jawi, pan durung ana manungsa, pan isih rupa wanadri, Hyang Semar matur aris, kawula sajatosipun, ing kina makina, saderenging tuwan prapti, hamba kalih dhedhukuh Rebabu arga”
Syeh Subakir berkata, sebenarnya di tanah Jawa, belum ada manusia, masih berupa hutan. Hyang Semar menjawab dengan lembut, hamba ini sebenarnya, di masa lalu, sebelum kedatangan tuan, hamba berdua (Semar dan Togog) ini penghuni Jawa yang bertempat di gunung Merbabu”.
Namun, dalam serat ini Semar sendiri menjelaskan bahwa dia bukan manusia, tetapi keturunan dewa, Sang Yang Tunggal atau Manikmaya. Agak sedikit berbeda memang dengan serat Jangka Syeh Subakir. Namun pada intinya bahwa Semar dan Togog di masa lalu adalah penghuni pulau Jawa. Apakah hanya mereka berdua? Tentu ini bisa disinkronkan dengan sumber-sumber lain misalnya Babad Demak Pesisiran yang menerangkan silsilah orang tua Syang Hyang Tunggal adalah Sang Yang Wenang, putra dari Sang Yang Wening, putra dari Sang Yang Nurasa, putra dari Sang Yang Nurcahyo atau Sayid Anwar, putra dari Nabi Sis. (dalam versi lain, Sang Yang Wening dan Wenang adalah satu pribadi). Dalam Serat Jangka Tanah Jawi, Semar adalah keturunan dari Nabi Sis (jika digabungkan Babad Demak Pesisiran, karena anak dari Sang Yang Tunggal). Namun, dalam Babad Demak Pesisiran, nama Semar tidak muncul sebagai anak Sang Yang Tunggal. Di sinilah letak gelapnya lagi, Semar di satu sisi mengaku anak Sang Yang Tunggal, namun dalam babad Demak Pesisiran, tidak masuk. Demikian pula dalam Babad Tanah Jawa, Semar dan Togog itu menjadi “penderek” Raden Palasara yang merupakan keturunan dari Sayid Anwar. Dalam babad Tanah Jawa, Palasara merupakan cikal bakal leluhur Jawa, dimana kemudian, Kurawa, Pandawa adalah bagian dari keturunannya (ini menjadi terbalik, bahwa kisah mahabarata itu mulanya dari Jawa).
Dalam serat Babad Demak Pesisiran, Nabi Ibrahim itu berbeda dengan Bathara Brhama. Nabi Ibrahim berada pada garis silsilah Sayid Anwas (saudara Sayid Anwar). Batara Brahma adalah keturunan dari Sayid Anwar.
Masa-masa gelap ini memang memunculkan banyak versi mengenai leluhur Jawa. Buku lain, yaitu SEJARAH KAWITANE WONG JAWA LAN WONG KANUNG menggambarkan : pertama jaman jamajuja (puluhan ribu- buku ini ditulis pada tahun 1931) sudah ada manusia, tetapi masih bertelanjang, seperti kera, hidupnya di gua-gua. Masih dalam masa jamajuja periode 5000 tahun (sebelumnya) manusianya sudah mengalami kemajuan, sudah memakai cawet dari dedaunan, sudah menempati di luar gua. Mereka sudah berkumpul dalam sebuah komunitas. Masyarakat ini disebut dengan masyarakat Lingga (Suku Lingga). Masa kuna (sebelum masehi), orang-orang Sampit berhijrah ke Nusa Kendheng yang kemudian disebut sebagai orang Jawa. Kata Jawa sendiri dirujukkan pada sebutan Bantheng yang “gemati” penuh perhatian terhadap anaknya. Sebab bantheng perempuan disebut Jawi, yang “gemati” kemudian disebut Jawa. Orang-orang Sampit yang mengungsi ke Jawa ini kemudian membuat pertanda awal sebagai orang Jawa, yaitu 230 tahun sebelum masehi (bukan saka). Tahun itu disebut tahun Hwuning (pengingat). Tokoh pimpinan rombongan eksodus ini namanya Khi Seng Dhang, yang kelak kemudian disebut Dhang Hyang (Danyang). Mereka berasal dari Sampit yang keturunan dari suku Hainan. Dari catatan ini, maka orang Jawa (dalam pengertian) pendatang baru yang “gemati”, mau menghormati orang Lingga adalah 230 SM. Namun penduduk Jawa asli, Suku Lingga kemudian bercampur dan kelak memenuhi Jawa.
Dengan demikian, catat buku ini menyebut mulainya peradaban Jawa itu 230SM, karena adanya kebudayaan Hainan yang dibawa, sementara suku Lingga yang masih tertinggal, hidup di gua, hutan dan bergantung pada alam, belum disebut sebagai orang Jawa. Ini tentu berbeda dengan versi Serat Jangka Syeh Subakir dan Serat Jangka Tanah Jawi. Jika kita lihat kedatangan Syeh Subakir di tanah Jawa dari sumber lain, sekitar tahun 1404. Jika berasumsi bahwa sebelum tahun itu tanah Jawa tak ada manusianya, maka akan muncul banyak persoalan, bagaimana dengan kerajaan Singasari, Kediri dan lainnya yang sebelumnya ada? Tentu membaca SERAT JANGKA SYEH SUBAKIR dan SERAT JANGKA TANAH JAWAI ini tidak bisa seleterlek ini. Mungkin butuh analisis simbol, semiotik, hermeneutik dan lain sebagainya agar mendapat pemahaman yang lebih luas. Sebab SERAT JANGKA itu pesan besarnya adalah mengenai “prediksi” masa depan Jawa dalam periodisasi tertentu, bukan membahas asal usul bangsa Jawa.
So, masih terbuka lebar untuk penilitan yang lebih jauh dan mendalam siapa sebenarnya leluhur orang Jawa di masa lampau sekali. Tentu tidak akan ditemukan jawaban tunggal, sebab sebuah masyarakat terdiri dari berbagai unsur, keluarga dan sebagainya, maka akan dimungkinkan banyak versi.
Kembali lagi, bahwa kata Jawa itu bisa diartikan “gemati”, perhatian, menghargai, menyayangi. Jadi siapapun mereka bisa melakukan itu semua di pulau Jawa ini, akan menjadi leluhur Jawa, entah dia dari belahan dunia manapun.
Salam Rahayu…..
*) Catatan : Keling, dalam wikipedia adalah daerah yang sekarang bernama India (benua Keling), seperti tercantum dalam sejarah melayu.Pada masa iniperkataan ini kebiasaannya merujuk kepada suku bangsa Dravida termasuk kaum TamilTelugu dan Malayalam. Di kawasan yang dulunya Kalinga, penduduknya pada hari ini bertutur dalam bahasa Bahasa Telugu dan Bahasa Oriya.






Tinggalkan Balasan







Memang susah untuk mengetahui keadaan, asal usul atau gambaran kondisi sebuah masyarakat nun jauh ke masa lalu. Semakin jauh masa itu, semakin gelap gambarannya. Namun, upaya-upaya ahli sejarah dan lainnya untuk menguaknya patut dihargai. Paling tidak ada sedikit gambaran yang mungkin bisa kita lihat, meski tidak sepenuhnya benar satus persen.
Beberapa naskah yang beredar mencoba menggambarkan hal itu. Seperti dalam Serat Jangka Syeh Subakir.
“Sampun sangang ewu warsa, inggih wonten pulo ngriki, dedukuh ing hardi Tidar, saweg antuk sewu warsi, langkung taun puniki, Sech Bakir gawok angrungu, dika niku wong napa, napa ta ayekti janmi, umur dika dene ta kaliwat-liwat”
“Sudah 9000 tahun, ya (saya Semar) sudah ada di pulau ini (Jawa), di pedusunan di Gunung Tidar, tapi baru 1000 tahun berjalan, di sini, Sech Subakir heran mendengarnya, engkau ini makhluk apa, apa benar manusia? Kok usianya luar biasa?”
Demikian perkenalan Semar dengan Syech Subakir. Selama ribuan tahun itu Semar bertapa di Gunung Merbabu dan tidak mengetahui keadaan manusia di Jawa. Gambaran tentang kondisi Pulau Jawa juga digambarkan dalam Serat tersebut penuh dihuni oleh demit, jin, gendruwo bekasaan dan sejenisnya. Bahkan beberapa utusan dari negeri Rum sebelum Syeh Subakir dimakan demit (Binadog demit). Dari serat ini, ditegaskan bahwa Raja Rum mendapat petunjuk untuk mengisi pulau Jawa : “jeng Sultan Rum kang winarni, angsal sasmitaning Sukma, dinawuhan angiseni, manungsa pilo Jawi,…”
Syeh subakir mengambil orang-orang Keling (?) untuk dibawa mengisi pulau Jawa, sebanyak 2 laksa (20000) keluarga. Dari serat ini, maka yang mengisi (menjadi penghuni P. Jawa) adalah dari bangsa Keling yang dibawa oleh Syeh Subakir. Padahal dalam naskah itu pula, Semar adalah manusia.
“Sang Hyang Semar lon wuwusnya, gih sumangga karsa Aji, sajatine gih kawula, lan kiraka tiyang Jawi, ing kina prapteng mangkin, kawak daplak inggih ulun, wong Jawa kuna mula, saderenga dika prapti, kula manggen Marbabu pucak haldaka”.
Namun, selama bertapa ribuan tahun itu pula pulau Jawa sudah berubah isinya, bukan manusia seperti Semar, tetapi sudah dikuasai oleh para demit.
Dalam SERAT JANGKA TANAH JAWI gambarannya tidak beda jauh dengan serat Jangak Syeh Subakir, yaitu pertemuan antara Semar dengan Syeh Subakir ketika memberi tumbal (mengusir) para dedemit yang menguasai tanah Jawa. Dalam serat ini ada dialog yang sebenarnya adalah bantahan anggapan bahwa tanah Jawa belum dihuni oleh manusia, hanya oleh bangsa jin dan demit.
“Syekh Bakir lon angandika, sayrkti ing tanah Jawi, pan durung ana manungsa, pan isih rupa wanadri, Hyang Semar matur aris, kawula sajatosipun, ing kina makina, saderenging tuwan prapti, hamba kalih dhedhukuh Rebabu arga”
Syeh Subakir berkata, sebenarnya di tanah Jawa, belum ada manusia, masih berupa hutan. Hyang Semar menjawab dengan lembut, hamba ini sebenarnya, di masa lalu, sebelum kedatangan tuan, hamba berdua (Semar dan Togog) ini penghuni Jawa yang bertempat di gunung Merbabu”.
Namun, dalam serat ini Semar sendiri menjelaskan bahwa dia bukan manusia, tetapi keturunan dewa, Sang Yang Tunggal atau Manikmaya. Agak sedikit berbeda memang dengan serat Jangka Syeh Subakir. Namun pada intinya bahwa Semar dan Togog di masa lalu adalah penghuni pulau Jawa. Apakah hanya mereka berdua? Tentu ini bisa disinkronkan dengan sumber-sumber lain misalnya Babad Demak Pesisiran yang menerangkan silsilah orang tua Syang Hyang Tunggal adalah Sang Yang Wenang, putra dari Sang Yang Wening, putra dari Sang Yang Nurasa, putra dari Sang Yang Nurcahyo atau Sayid Anwar, putra dari Nabi Sis. (dalam versi lain, Sang Yang Wening dan Wenang adalah satu pribadi). Dalam Serat Jangka Tanah Jawi, Semar adalah keturunan dari Nabi Sis (jika digabungkan Babad Demak Pesisiran, karena anak dari Sang Yang Tunggal). Namun, dalam Babad Demak Pesisiran, nama Semar tidak muncul sebagai anak Sang Yang Tunggal. Di sinilah letak gelapnya lagi, Semar di satu sisi mengaku anak Sang Yang Tunggal, namun dalam babad Demak Pesisiran, tidak masuk. Demikian pula dalam Babad Tanah Jawa, Semar dan Togog itu menjadi “penderek” Raden Palasara yang merupakan keturunan dari Sayid Anwar. Dalam babad Tanah Jawa, Palasara merupakan cikal bakal leluhur Jawa, dimana kemudian, Kurawa, Pandawa adalah bagian dari keturunannya (ini menjadi terbalik, bahwa kisah mahabarata itu mulanya dari Jawa).
Dalam serat Babad Demak Pesisiran, Nabi Ibrahim itu berbeda dengan Bathara Brhama. Nabi Ibrahim berada pada garis silsilah Sayid Anwas (saudara Sayid Anwar). Batara Brahma adalah keturunan dari Sayid Anwar.
Masa-masa gelap ini memang memunculkan banyak versi mengenai leluhur Jawa. Buku lain, yaitu SEJARAH KAWITANE WONG JAWA LAN WONG KANUNG menggambarkan : pertama jaman jamajuja (puluhan ribu- buku ini ditulis pada tahun 1931) sudah ada manusia, tetapi masih bertelanjang, seperti kera, hidupnya di gua-gua. Masih dalam masa jamajuja periode 5000 tahun (sebelumnya) manusianya sudah mengalami kemajuan, sudah memakai cawet dari dedaunan, sudah menempati di luar gua. Mereka sudah berkumpul dalam sebuah komunitas. Masyarakat ini disebut dengan masyarakat Lingga (Suku Lingga). Masa kuna (sebelum masehi), orang-orang Sampit berhijrah ke Nusa Kendheng yang kemudian disebut sebagai orang Jawa. Kata Jawa sendiri dirujukkan pada sebutan Bantheng yang “gemati” penuh perhatian terhadap anaknya. Sebab bantheng perempuan disebut Jawi, yang “gemati” kemudian disebut Jawa. Orang-orang Sampit yang mengungsi ke Jawa ini kemudian membuat pertanda awal sebagai orang Jawa, yaitu 230 tahun sebelum masehi (bukan saka). Tahun itu disebut tahun Hwuning (pengingat). Tokoh pimpinan rombongan eksodus ini namanya Khi Seng Dhang, yang kelak kemudian disebut Dhang Hyang (Danyang). Mereka berasal dari Sampit yang keturunan dari suku Hainan. Dari catatan ini, maka orang Jawa (dalam pengertian) pendatang baru yang “gemati”, mau menghormati orang Lingga adalah 230 SM. Namun penduduk Jawa asli, Suku Lingga kemudian bercampur dan kelak memenuhi Jawa.
Dengan demikian, catat buku ini menyebut mulainya peradaban Jawa itu 230SM, karena adanya kebudayaan Hainan yang dibawa, sementara suku Lingga yang masih tertinggal, hidup di gua, hutan dan bergantung pada alam, belum disebut sebagai orang Jawa. Ini tentu berbeda dengan versi Serat Jangka Syeh Subakir dan Serat Jangka Tanah Jawi. Jika kita lihat kedatangan Syeh Subakir di tanah Jawa dari sumber lain, sekitar tahun 1404. Jika berasumsi bahwa sebelum tahun itu tanah Jawa tak ada manusianya, maka akan muncul banyak persoalan, bagaimana dengan kerajaan Singasari, Kediri dan lainnya yang sebelumnya ada? Tentu membaca SERAT JANGKA SYEH SUBAKIR dan SERAT JANGKA TANAH JAWAI ini tidak bisa seleterlek ini. Mungkin butuh analisis simbol, semiotik, hermeneutik dan lain sebagainya agar mendapat pemahaman yang lebih luas. Sebab SERAT JANGKA itu pesan besarnya adalah mengenai “prediksi” masa depan Jawa dalam periodisasi tertentu, bukan membahas asal usul bangsa Jawa.
So, masih terbuka lebar untuk penilitan yang lebih jauh dan mendalam siapa sebenarnya leluhur orang Jawa di masa lampau sekali. Tentu tidak akan ditemukan jawaban tunggal, sebab sebuah masyarakat terdiri dari berbagai unsur, keluarga dan sebagainya, maka akan dimungkinkan banyak versi.
Kembali lagi, bahwa kata Jawa itu bisa diartikan “gemati”, perhatian, menghargai, menyayangi. Jadi siapapun mereka bisa melakukan itu semua di pulau Jawa ini, akan menjadi leluhur Jawa, entah dia dari belahan dunia manapun.
Salam Rahayu…..
*) Catatan : Keling, dalam wikipedia adalah daerah yang sekarang bernama India (benua Keling), seperti tercantum dalam sejarah melayu.Pada masa iniperkataan ini kebiasaannya merujuk kepada suku bangsa Dravida termasuk kaum TamilTelugu dan Malayalam. Di kawasan yang dulunya Kalinga, penduduknya pada hari ini bertutur dalam bahasa Bahasa Telugu dan Bahasa Oriya.






Tinggalkan Balasan






Memang susah untuk mengetahui keadaan, asal usul atau gambaran kondisi sebuah masyarakat nun jauh ke masa lalu. Semakin jauh masa itu, semakin gelap gambarannya. Namun, upaya-upaya ahli sejarah dan lainnya untuk menguaknya patut dihargai. Paling tidak ada sedikit gambaran yang mungkin bisa kita lihat, meski tidak sepenuhnya benar satus persen.
Beberapa naskah yang beredar mencoba menggambarkan hal itu. Seperti dalam Serat Jangka Syeh Subakir.
“Sampun sangang ewu warsa, inggih wonten pulo ngriki, dedukuh ing hardi Tidar, saweg antuk sewu warsi, langkung taun puniki, Sech Bakir gawok angrungu, dika niku wong napa, napa ta ayekti janmi, umur dika dene ta kaliwat-liwat”
“Sudah 9000 tahun, ya (saya Semar) sudah ada di pulau ini (Jawa), di pedusunan di Gunung Tidar, tapi baru 1000 tahun berjalan, di sini, Sech Subakir heran mendengarnya, engkau ini makhluk apa, apa benar manusia? Kok usianya luar biasa?”
Demikian perkenalan Semar dengan Syech Subakir. Selama ribuan tahun itu Semar bertapa di Gunung Merbabu dan tidak mengetahui keadaan manusia di Jawa. Gambaran tentang kondisi Pulau Jawa juga digambarkan dalam Serat tersebut penuh dihuni oleh demit, jin, gendruwo bekasaan dan sejenisnya. Bahkan beberapa utusan dari negeri Rum sebelum Syeh Subakir dimakan demit (Binadog demit). Dari serat ini, ditegaskan bahwa Raja Rum mendapat petunjuk untuk mengisi pulau Jawa : “jeng Sultan Rum kang winarni, angsal sasmitaning Sukma, dinawuhan angiseni, manungsa pilo Jawi,…”
Syeh subakir mengambil orang-orang Keling (?) untuk dibawa mengisi pulau Jawa, sebanyak 2 laksa (20000) keluarga. Dari serat ini, maka yang mengisi (menjadi penghuni P. Jawa) adalah dari bangsa Keling yang dibawa oleh Syeh Subakir. Padahal dalam naskah itu pula, Semar adalah manusia.
“Sang Hyang Semar lon wuwusnya, gih sumangga karsa Aji, sajatine gih kawula, lan kiraka tiyang Jawi, ing kina prapteng mangkin, kawak daplak inggih ulun, wong Jawa kuna mula, saderenga dika prapti, kula manggen Marbabu pucak haldaka”.
Namun, selama bertapa ribuan tahun itu pula pulau Jawa sudah berubah isinya, bukan manusia seperti Semar, tetapi sudah dikuasai oleh para demit.
Dalam SERAT JANGKA TANAH JAWI gambarannya tidak beda jauh dengan serat Jangak Syeh Subakir, yaitu pertemuan antara Semar dengan Syeh Subakir ketika memberi tumbal (mengusir) para dedemit yang menguasai tanah Jawa. Dalam serat ini ada dialog yang sebenarnya adalah bantahan anggapan bahwa tanah Jawa belum dihuni oleh manusia, hanya oleh bangsa jin dan demit.
“Syekh Bakir lon angandika, sayrkti ing tanah Jawi, pan durung ana manungsa, pan isih rupa wanadri, Hyang Semar matur aris, kawula sajatosipun, ing kina makina, saderenging tuwan prapti, hamba kalih dhedhukuh Rebabu arga”
Syeh Subakir berkata, sebenarnya di tanah Jawa, belum ada manusia, masih berupa hutan. Hyang Semar menjawab dengan lembut, hamba ini sebenarnya, di masa lalu, sebelum kedatangan tuan, hamba berdua (Semar dan Togog) ini penghuni Jawa yang bertempat di gunung Merbabu”.
Namun, dalam serat ini Semar sendiri menjelaskan bahwa dia bukan manusia, tetapi keturunan dewa, Sang Yang Tunggal atau Manikmaya. Agak sedikit berbeda memang dengan serat Jangka Syeh Subakir. Namun pada intinya bahwa Semar dan Togog di masa lalu adalah penghuni pulau Jawa. Apakah hanya mereka berdua? Tentu ini bisa disinkronkan dengan sumber-sumber lain misalnya Babad Demak Pesisiran yang menerangkan silsilah orang tua Syang Hyang Tunggal adalah Sang Yang Wenang, putra dari Sang Yang Wening, putra dari Sang Yang Nurasa, putra dari Sang Yang Nurcahyo atau Sayid Anwar, putra dari Nabi Sis. (dalam versi lain, Sang Yang Wening dan Wenang adalah satu pribadi). Dalam Serat Jangka Tanah Jawi, Semar adalah keturunan dari Nabi Sis (jika digabungkan Babad Demak Pesisiran, karena anak dari Sang Yang Tunggal). Namun, dalam Babad Demak Pesisiran, nama Semar tidak muncul sebagai anak Sang Yang Tunggal. Di sinilah letak gelapnya lagi, Semar di satu sisi mengaku anak Sang Yang Tunggal, namun dalam babad Demak Pesisiran, tidak masuk. Demikian pula dalam Babad Tanah Jawa, Semar dan Togog itu menjadi “penderek” Raden Palasara yang merupakan keturunan dari Sayid Anwar. Dalam babad Tanah Jawa, Palasara merupakan cikal bakal leluhur Jawa, dimana kemudian, Kurawa, Pandawa adalah bagian dari keturunannya (ini menjadi terbalik, bahwa kisah mahabarata itu mulanya dari Jawa).
Dalam serat Babad Demak Pesisiran, Nabi Ibrahim itu berbeda dengan Bathara Brhama. Nabi Ibrahim berada pada garis silsilah Sayid Anwas (saudara Sayid Anwar). Batara Brahma adalah keturunan dari Sayid Anwar.
Masa-masa gelap ini memang memunculkan banyak versi mengenai leluhur Jawa. Buku lain, yaitu SEJARAH KAWITANE WONG JAWA LAN WONG KANUNG menggambarkan : pertama jaman jamajuja (puluhan ribu- buku ini ditulis pada tahun 1931) sudah ada manusia, tetapi masih bertelanjang, seperti kera, hidupnya di gua-gua. Masih dalam masa jamajuja periode 5000 tahun (sebelumnya) manusianya sudah mengalami kemajuan, sudah memakai cawet dari dedaunan, sudah menempati di luar gua. Mereka sudah berkumpul dalam sebuah komunitas. Masyarakat ini disebut dengan masyarakat Lingga (Suku Lingga). Masa kuna (sebelum masehi), orang-orang Sampit berhijrah ke Nusa Kendheng yang kemudian disebut sebagai orang Jawa. Kata Jawa sendiri dirujukkan pada sebutan Bantheng yang “gemati” penuh perhatian terhadap anaknya. Sebab bantheng perempuan disebut Jawi, yang “gemati” kemudian disebut Jawa. Orang-orang Sampit yang mengungsi ke Jawa ini kemudian membuat pertanda awal sebagai orang Jawa, yaitu 230 tahun sebelum masehi (bukan saka). Tahun itu disebut tahun Hwuning (pengingat). Tokoh pimpinan rombongan eksodus ini namanya Khi Seng Dhang, yang kelak kemudian disebut Dhang Hyang (Danyang). Mereka berasal dari Sampit yang keturunan dari suku Hainan. Dari catatan ini, maka orang Jawa (dalam pengertian) pendatang baru yang “gemati”, mau menghormati orang Lingga adalah 230 SM. Namun penduduk Jawa asli, Suku Lingga kemudian bercampur dan kelak memenuhi Jawa.
Dengan demikian, catat buku ini menyebut mulainya peradaban Jawa itu 230SM, karena adanya kebudayaan Hainan yang dibawa, sementara suku Lingga yang masih tertinggal, hidup di gua, hutan dan bergantung pada alam, belum disebut sebagai orang Jawa. Ini tentu berbeda dengan versi Serat Jangka Syeh Subakir dan Serat Jangka Tanah Jawi. Jika kita lihat kedatangan Syeh Subakir di tanah Jawa dari sumber lain, sekitar tahun 1404. Jika berasumsi bahwa sebelum tahun itu tanah Jawa tak ada manusianya, maka akan muncul banyak persoalan, bagaimana dengan kerajaan Singasari, Kediri dan lainnya yang sebelumnya ada? Tentu membaca SERAT JANGKA SYEH SUBAKIR dan SERAT JANGKA TANAH JAWAI ini tidak bisa seleterlek ini. Mungkin butuh analisis simbol, semiotik, hermeneutik dan lain sebagainya agar mendapat pemahaman yang lebih luas. Sebab SERAT JANGKA itu pesan besarnya adalah mengenai “prediksi” masa depan Jawa dalam periodisasi tertentu, bukan membahas asal usul bangsa Jawa.
So, masih terbuka lebar untuk penilitan yang lebih jauh dan mendalam siapa sebenarnya leluhur orang Jawa di masa lampau sekali. Tentu tidak akan ditemukan jawaban tunggal, sebab sebuah masyarakat terdiri dari berbagai unsur, keluarga dan sebagainya, maka akan dimungkinkan banyak versi.
Kembali lagi, bahwa kata Jawa itu bisa diartikan “gemati”, perhatian, menghargai, menyayangi. Jadi siapapun mereka bisa melakukan itu semua di pulau Jawa ini, akan menjadi leluhur Jawa, entah dia dari belahan dunia manapun.
Memang susah untuk mengetahui keadaan, asal usul atau gambaran kondisi sebuah masyarakat nun jauh ke masa lalu. Semakin jauh masa itu, semakin gelap gambarannya. Namun, upaya-upaya ahli sejarah dan lainnya untuk menguaknya patut dihargai. Paling tidak ada sedikit gambaran yang mungkin bisa kita lihat, meski tidak sepenuhnya benar satus persen.
Beberapa naskah yang beredar mencoba menggambarkan hal itu. Seperti dalam Serat Jangka Syeh Subakir.
“Sampun sangang ewu warsa, inggih wonten pulo ngriki, dedukuh ing hardi Tidar, saweg antuk sewu warsi, langkung taun puniki, Sech Bakir gawok angrungu, dika niku wong napa, napa ta ayekti janmi, umur dika dene ta kaliwat-liwat”
“Sudah 9000 tahun, ya (saya Semar) sudah ada di pulau ini (Jawa), di pedusunan di Gunung Tidar, tapi baru 1000 tahun berjalan, di sini, Sech Subakir heran mendengarnya, engkau ini makhluk apa, apa benar manusia? Kok usianya luar biasa?”
Demikian perkenalan Semar dengan Syech Subakir. Selama ribuan tahun itu Semar bertapa di Gunung Merbabu dan tidak mengetahui keadaan manusia di Jawa. Gambaran tentang kondisi Pulau Jawa juga digambarkan dalam Serat tersebut penuh dihuni oleh demit, jin, gendruwo bekasaan dan sejenisnya. Bahkan beberapa utusan dari negeri Rum sebelum Syeh Subakir dimakan demit (Binadog demit). Dari serat ini, ditegaskan bahwa Raja Rum mendapat petunjuk untuk mengisi pulau Jawa : “jeng Sultan Rum kang winarni, angsal sasmitaning Sukma, dinawuhan angiseni, manungsa pilo Jawi,…”
Syeh subakir mengambil orang-orang Keling (?) untuk dibawa mengisi pulau Jawa, sebanyak 2 laksa (20000) keluarga. Dari serat ini, maka yang mengisi (menjadi penghuni P. Jawa) adalah dari bangsa Keling yang dibawa oleh Syeh Subakir. Padahal dalam naskah itu pula, Semar adalah manusia.
“Sang Hyang Semar lon wuwusnya, gih sumangga karsa Aji, sajatine gih kawula, lan kiraka tiyang Jawi, ing kina prapteng mangkin, kawak daplak inggih ulun, wong Jawa kuna mula, saderenga dika prapti, kula manggen Marbabu pucak haldaka”.
Namun, selama bertapa ribuan tahun itu pula pulau Jawa sudah berubah isinya, bukan manusia seperti Semar, tetapi sudah dikuasai oleh para demit.
Dalam SERAT JANGKA TANAH JAWI gambarannya tidak beda jauh dengan serat Jangak Syeh Subakir, yaitu pertemuan antara Semar dengan Syeh Subakir ketika memberi tumbal (mengusir) para dedemit yang menguasai tanah Jawa. Dalam serat ini ada dialog yang sebenarnya adalah bantahan anggapan bahwa tanah Jawa belum dihuni oleh manusia, hanya oleh bangsa jin dan demit.
“Syekh Bakir lon angandika, sayrkti ing tanah Jawi, pan durung ana manungsa, pan isih rupa wanadri, Hyang Semar matur aris, kawula sajatosipun, ing kina makina, saderenging tuwan prapti, hamba kalih dhedhukuh Rebabu arga”
Syeh Subakir berkata, sebenarnya di tanah Jawa, belum ada manusia, masih berupa hutan. Hyang Semar menjawab dengan lembut, hamba ini sebenarnya, di masa lalu, sebelum kedatangan tuan, hamba berdua (Semar dan Togog) ini penghuni Jawa yang bertempat di gunung Merbabu”.
Namun, dalam serat ini Semar sendiri menjelaskan bahwa dia bukan manusia, tetapi keturunan dewa, Sang Yang Tunggal atau Manikmaya. Agak sedikit berbeda memang dengan serat Jangka Syeh Subakir. Namun pada intinya bahwa Semar dan Togog di masa lalu adalah penghuni pulau Jawa. Apakah hanya mereka berdua? Tentu ini bisa disinkronkan dengan sumber-sumber lain misalnya Babad Demak Pesisiran yang menerangkan silsilah orang tua Syang Hyang Tunggal adalah Sang Yang Wenang, putra dari Sang Yang Wening, putra dari Sang Yang Nurasa, putra dari Sang Yang Nurcahyo atau Sayid Anwar, putra dari Nabi Sis. (dalam versi lain, Sang Yang Wening dan Wenang adalah satu pribadi). Dalam Serat Jangka Tanah Jawi, Semar adalah keturunan dari Nabi Sis (jika digabungkan Babad Demak Pesisiran, karena anak dari Sang Yang Tunggal). Namun, dalam Babad Demak Pesisiran, nama Semar tidak muncul sebagai anak Sang Yang Tunggal. Di sinilah letak gelapnya lagi, Semar di satu sisi mengaku anak Sang Yang Tunggal, namun dalam babad Demak Pesisiran, tidak masuk. Demikian pula dalam Babad Tanah Jawa, Semar dan Togog itu menjadi “penderek” Raden Palasara yang merupakan keturunan dari Sayid Anwar. Dalam babad Tanah Jawa, Palasara merupakan cikal bakal leluhur Jawa, dimana kemudian, Kurawa, Pandawa adalah bagian dari keturunannya (ini menjadi terbalik, bahwa kisah mahabarata itu mulanya dari Jawa).
Dalam serat Babad Demak Pesisiran, Nabi Ibrahim itu berbeda dengan Bathara Brhama. Nabi Ibrahim berada pada garis silsilah Sayid Anwas (saudara Sayid Anwar). Batara Brahma adalah keturunan dari Sayid Anwar.
Masa-masa gelap ini memang memunculkan banyak versi mengenai leluhur Jawa. Buku lain, yaitu SEJARAH KAWITANE WONG JAWA LAN WONG KANUNG menggambarkan : pertama jaman jamajuja (puluhan ribu- buku ini ditulis pada tahun 1931) sudah ada manusia, tetapi masih bertelanjang, seperti kera, hidupnya di gua-gua. Masih dalam masa jamajuja periode 5000 tahun (sebelumnya) manusianya sudah mengalami kemajuan, sudah memakai cawet dari dedaunan, sudah menempati di luar gua. Mereka sudah berkumpul dalam sebuah komunitas. Masyarakat ini disebut dengan masyarakat Lingga (Suku Lingga). Masa kuna (sebelum masehi), orang-orang Sampit berhijrah ke Nusa Kendheng yang kemudian disebut sebagai orang Jawa. Kata Jawa sendiri dirujukkan pada sebutan Bantheng yang “gemati” penuh perhatian terhadap anaknya. Sebab bantheng perempuan disebut Jawi, yang “gemati” kemudian disebut Jawa. Orang-orang Sampit yang mengungsi ke Jawa ini kemudian membuat pertanda awal sebagai orang Jawa, yaitu 230 tahun sebelum masehi (bukan saka). Tahun itu disebut tahun Hwuning (pengingat). Tokoh pimpinan rombongan eksodus ini namanya Khi Seng Dhang, yang kelak kemudian disebut Dhang Hyang (Danyang). Mereka berasal dari Sampit yang keturunan dari suku Hainan. Dari catatan ini, maka orang Jawa (dalam pengertian) pendatang baru yang “gemati”, mau menghormati orang Lingga adalah 230 SM. Namun penduduk Jawa asli, Suku Lingga kemudian bercampur dan kelak memenuhi Jawa.
Dengan demikian, catat buku ini menyebut mulainya peradaban Jawa itu 230SM, karena adanya kebudayaan Hainan yang dibawa, sementara suku Lingga yang masih tertinggal, hidup di gua, hutan dan bergantung pada alam, belum disebut sebagai orang Jawa. Ini tentu berbeda dengan versi Serat Jangka Syeh Subakir dan Serat Jangka Tanah Jawi. Jika kita lihat kedatangan Syeh Subakir di tanah Jawa dari sumber lain, sekitar tahun 1404. Jika berasumsi bahwa sebelum tahun itu tanah Jawa tak ada manusianya, maka akan muncul banyak persoalan, bagaimana dengan kerajaan Singasari, Kediri dan lainnya yang sebelumnya ada? Tentu membaca SERAT JANGKA SYEH SUBAKIR dan SERAT JANGKA TANAH JAWAI ini tidak bisa seleterlek ini. Mungkin butuh analisis simbol, semiotik, hermeneutik dan lain sebagainya agar mendapat pemahaman yang lebih luas. Sebab SERAT JANGKA itu pesan besarnya adalah mengenai “prediksi” masa depan Jawa dalam periodisasi tertentu, bukan membahas asal usul bangsa Jawa.
So, masih terbuka lebar untuk penilitan yang lebih jauh dan mendalam siapa sebenarnya leluhur orang Jawa di masa lampau sekali. Tentu tidak akan ditemukan jawaban tunggal, sebab sebuah masyarakat terdiri dari berbagai unsur, keluarga dan sebagainya, maka akan dimungkinkan banyak versi.
Kembali lagi, bahwa kata Jawa itu bisa diartikan “gemati”, perhatian, menghargai, menyayangi. Jadi siapapun mereka bisa melakukan itu semua di pulau Jawa ini, akan menjadi leluhur Jawa, entah dia dari belahan dunia manapun.
Memang susah untuk mengetahui keadaan, asal usul atau gambaran kondisi sebuah masyarakat nun jauh ke masa lalu. Semakin jauh masa itu, semakin gelap gambarannya. Namun, upaya-upaya ahli sejarah dan lainnya untuk menguaknya patut dihargai. Paling tidak ada sedikit gambaran yang mungkin bisa kita lihat, meski tidak sepenuhnya benar satus persen.
Beberapa naskah yang beredar mencoba menggambarkan hal itu. Seperti dalam Serat Jangka Syeh Subakir.
“Sampun sangang ewu warsa, inggih wonten pulo ngriki, dedukuh ing hardi Tidar, saweg antuk sewu warsi, langkung taun puniki, Sech Bakir gawok angrungu, dika niku wong napa, napa ta ayekti janmi, umur dika dene ta kaliwat-liwat”
“Sudah 9000 tahun, ya (saya Semar) sudah ada di pulau ini (Jawa), di pedusunan di Gunung Tidar, tapi baru 1000 tahun berjalan, di sini, Sech Subakir heran mendengarnya, engkau ini makhluk apa, apa benar manusia? Kok usianya luar biasa?”
Demikian perkenalan Semar dengan Syech Subakir. Selama ribuan tahun itu Semar bertapa di Gunung Merbabu dan tidak mengetahui keadaan manusia di Jawa. Gambaran tentang kondisi Pulau Jawa juga digambarkan dalam Serat tersebut penuh dihuni oleh demit, jin, gendruwo bekasaan dan sejenisnya. Bahkan beberapa utusan dari negeri Rum sebelum Syeh Subakir dimakan demit (Binadog demit). Dari serat ini, ditegaskan bahwa Raja Rum mendapat petunjuk untuk mengisi pulau Jawa : “jeng Sultan Rum kang winarni, angsal sasmitaning Sukma, dinawuhan angiseni, manungsa pilo Jawi,…”
Syeh subakir mengambil orang-orang Keling (?) untuk dibawa mengisi pulau Jawa, sebanyak 2 laksa (20000) keluarga. Dari serat ini, maka yang mengisi (menjadi penghuni P. Jawa) adalah dari bangsa Keling yang dibawa oleh Syeh Subakir. Padahal dalam naskah itu pula, Semar adalah manusia.
“Sang Hyang Semar lon wuwusnya, gih sumangga karsa Aji, sajatine gih kawula, lan kiraka tiyang Jawi, ing kina prapteng mangkin, kawak daplak inggih ulun, wong Jawa kuna mula, saderenga dika prapti, kula manggen Marbabu pucak haldaka”.
Namun, selama bertapa ribuan tahun itu pula pulau Jawa sudah berubah isinya, bukan manusia seperti Semar, tetapi sudah dikuasai oleh para demit.
Dalam SERAT JANGKA TANAH JAWI gambarannya tidak beda jauh dengan serat Jangak Syeh Subakir, yaitu pertemuan antara Semar dengan Syeh Subakir ketika memberi tumbal (mengusir) para dedemit yang menguasai tanah Jawa. Dalam serat ini ada dialog yang sebenarnya adalah bantahan anggapan bahwa tanah Jawa belum dihuni oleh manusia, hanya oleh bangsa jin dan demit.
“Syekh Bakir lon angandika, sayrkti ing tanah Jawi, pan durung ana manungsa, pan isih rupa wanadri, Hyang Semar matur aris, kawula sajatosipun, ing kina makina, saderenging tuwan prapti, hamba kalih dhedhukuh Rebabu arga”
Syeh Subakir berkata, sebenarnya di tanah Jawa, belum ada manusia, masih berupa hutan. Hyang Semar menjawab dengan lembut, hamba ini sebenarnya, di masa lalu, sebelum kedatangan tuan, hamba berdua (Semar dan Togog) ini penghuni Jawa yang bertempat di gunung Merbabu”.
Namun, dalam serat ini Semar sendiri menjelaskan bahwa dia bukan manusia, tetapi keturunan dewa, Sang Yang Tunggal atau Manikmaya. Agak sedikit berbeda memang dengan serat Jangka Syeh Subakir. Namun pada intinya bahwa Semar dan Togog di masa lalu adalah penghuni pulau Jawa. Apakah hanya mereka berdua? Tentu ini bisa disinkronkan dengan sumber-sumber lain misalnya Babad Demak Pesisiran yang menerangkan silsilah orang tua Syang Hyang Tunggal adalah Sang Yang Wenang, putra dari Sang Yang Wening, putra dari Sang Yang Nurasa, putra dari Sang Yang Nurcahyo atau Sayid Anwar, putra dari Nabi Sis. (dalam versi lain, Sang Yang Wening dan Wenang adalah satu pribadi). Dalam Serat Jangka Tanah Jawi, Semar adalah keturunan dari Nabi Sis (jika digabungkan Babad Demak Pesisiran, karena anak dari Sang Yang Tunggal). Namun, dalam Babad Demak Pesisiran, nama Semar tidak muncul sebagai anak Sang Yang Tunggal. Di sinilah letak gelapnya lagi, Semar di satu sisi mengaku anak Sang Yang Tunggal, namun dalam babad Demak Pesisiran, tidak masuk. Demikian pula dalam Babad Tanah Jawa, Semar dan Togog itu menjadi “penderek” Raden Palasara yang merupakan keturunan dari Sayid Anwar. Dalam babad Tanah Jawa, Palasara merupakan cikal bakal leluhur Jawa, dimana kemudian, Kurawa, Pandawa adalah bagian dari keturunannya (ini menjadi terbalik, bahwa kisah mahabarata itu mulanya dari Jawa).
Dalam serat Babad Demak Pesisiran, Nabi Ibrahim itu berbeda dengan Bathara Brhama. Nabi Ibrahim berada pada garis silsilah Sayid Anwas (saudara Sayid Anwar). Batara Brahma adalah keturunan dari Sayid Anwar.
Masa-masa gelap ini memang memunculkan banyak versi mengenai leluhur Jawa. Buku lain, yaitu SEJARAH KAWITANE WONG JAWA LAN WONG KANUNG menggambarkan : pertama jaman jamajuja (puluhan ribu- buku ini ditulis pada tahun 1931) sudah ada manusia, tetapi masih bertelanjang, seperti kera, hidupnya di gua-gua. Masih dalam masa jamajuja periode 5000 tahun (sebelumnya) manusianya sudah mengalami kemajuan, sudah memakai cawet dari dedaunan, sudah menempati di luar gua. Mereka sudah berkumpul dalam sebuah komunitas. Masyarakat ini disebut dengan masyarakat Lingga (Suku Lingga). Masa kuna (sebelum masehi), orang-orang Sampit berhijrah ke Nusa Kendheng yang kemudian disebut sebagai orang Jawa. Kata Jawa sendiri dirujukkan pada sebutan Bantheng yang “gemati” penuh perhatian terhadap anaknya. Sebab bantheng perempuan disebut Jawi, yang “gemati” kemudian disebut Jawa. Orang-orang Sampit yang mengungsi ke Jawa ini kemudian membuat pertanda awal sebagai orang Jawa, yaitu 230 tahun sebelum masehi (bukan saka). Tahun itu disebut tahun Hwuning (pengingat). Tokoh pimpinan rombongan eksodus ini namanya Khi Seng Dhang, yang kelak kemudian disebut Dhang Hyang (Danyang). Mereka berasal dari Sampit yang keturunan dari suku Hainan. Dari catatan ini, maka orang Jawa (dalam pengertian) pendatang baru yang “gemati”, mau menghormati orang Lingga adalah 230 SM. Namun penduduk Jawa asli, Suku Lingga kemudian bercampur dan kelak memenuhi Jawa.
Dengan demikian, catat buku ini menyebut mulainya peradaban Jawa itu 230SM, karena adanya kebudayaan Hainan yang dibawa, sementara suku Lingga yang masih tertinggal, hidup di gua, hutan dan bergantung pada alam, belum disebut sebagai orang Jawa. Ini tentu berbeda dengan versi Serat Jangka Syeh Subakir dan Serat Jangka Tanah Jawi. Jika kita lihat kedatangan Syeh Subakir di tanah Jawa dari sumber lain, sekitar tahun 1404. Jika berasumsi bahwa sebelum tahun itu tanah Jawa tak ada manusianya, maka akan muncul banyak persoalan, bagaimana dengan kerajaan Singasari, Kediri dan lainnya yang sebelumnya ada? Tentu membaca SERAT JANGKA SYEH SUBAKIR dan SERAT JANGKA TANAH JAWAI ini tidak bisa seleterlek ini. Mungkin butuh analisis simbol, semiotik, hermeneutik dan lain sebagainya agar mendapat pemahaman yang lebih luas. Sebab SERAT JANGKA itu pesan besarnya adalah mengenai “prediksi” masa depan Jawa dalam periodisasi tertentu, bukan membahas asal usul bangsa Jawa.
So, masih terbuka lebar untuk penilitan yang lebih jauh dan mendalam siapa sebenarnya leluhur orang Jawa di masa lampau sekali. Tentu tidak akan ditemukan jawaban tunggal, sebab sebuah masyarakat terdiri dari berbagai unsur, keluarga dan sebagainya, maka akan dimungkinkan banyak versi.
Kembali lagi, bahwa kata Jawa itu bisa diartikan “gemati”, perhatian, menghargai, menyayangi. Jadi siapapun mereka bisa melakukan itu semua di pulau Jawa ini, akan menjadi leluhur Jawa, entah dia dari belahan dunia manapun.